Berita Terkini

Advertisement

Kamis, 07 Maret 2024

Menjelang Ramadhan, Hotel Komodo Kota Bima Masih Jadi Tempat Prostitusi

 


Bima, Inside Pos,-

Daerah Bima dikenal agamais. Tapi bertolak belakang dengan sikap pemerintah yang membiarkan tempat prostitusi di Kota Bima. Bahkan salah satu hotel di Kota Bima, Komodo menyediakan wanita 'kupu-kupu' malam. Ironi. 

Hasil penelusuran media ini, hotel komodo yang diduga dikelola oleh oknum DPRD Kota Bima dijadikan tempat prostitusi. Para wanita itu didatangkan dari luar daerah. Mereka langsung tinggal dihotel tersebut. 

Tidak hanya itu, kehadiran wanita penghibur itu tanpa izin tinggal atau koordinasi dengan kelurahan setempat. Isu hotel komodo mencuat sejak dulu dijadikan tempat prostitusi. Padahal Hotel komodo merupakan salah satu aset daerah kabupaten bima. Memalukan. 

MH, warga Kabupaten Bima mengaku pernah nginap di hotel komodo. Ia langsung disambut beberapa wanita yang menawarkan jasa 'tidur bareng'. Wanita dihotel itu menjajakan diri dengan kisaran harga Rp. 300 hingga Rp. 150 ribu. 

"Saya kaget saja. Malam itu banyak sekali para wanita keluar kamar dengan pakaian seksi. Mereka langsung ajak saya dengan menawar harga," akunya kepada media Inside Pos. 

Fenomena itu, kata MH jelas merusak citra dana mbozo (Bima) yang kental dengan nuansa islami. Ia berharap pemerintah Kota Bima untuk segera mengambil sikap.

"Saya dengar PJ. Walikota Bima ahli ibadah. Tapi ia Tidak serius berangus tempat prostitusi," cetusnya seraya menambahkan,

"Kami berharap pemerintah daerah untuk seleksi secara baik dan profesional pengelola hotel komodo," harap

nya. 


Pena Bumi 

Senin, 04 Maret 2024

Wabah Poltik Uang dan Dinasti Politik di Negara Asia Tenggara

 

Dr. Alfisahrin, M.Si

Penulis: Dr. Alfisahrin, M.Si

Antropolog Politik. Wakil direktur III Bidang kemahasiswaan dan aumni di Politikenik Medica Farma Husada Mataram. Staf pengajar di Fisipol dan Ilmu Komunikasi Uversitas 45 Mataram.


( Menyoal Otoritarianisme sipil dan  dinasti politik, Bom waktu Kehancuran  Demokrasi)


A. Stagnasi  dan Otoritarianisme Sipil di Asia Tenggara

Secara umum demokrasi di Asia Tenggara tengah menjadi sorotan tajam dan perbincangan luas karena terjadi  stagnasi demokrasi, ditandai dengan meningkatnya otoritarianimse sipil, politik uang, dinasti politik  dan menjamurnya Politik dinasti. 


Kawasan Asia Tenggara yang membentang dari Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina dan Vietnam, dan Kamboja. Barisan negara-negara ini belum sepenuhnya memiliki kapasitas dan kemampuan menjadi salah satu role model dari praktek demokrasi modern yang akuntabel, profesional dan fair seperti di negara lain. 


Dilihat dari kelembagaan partai politik, regulasi pemilu , partipasi publik, dan kapasitas institusi penopang demokrasinya. Terlihat masih rapuh dan rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan. Meskipun negara-negara tersebut, telah lama merdeka. Kenyataannya seperti Malaysia,Thailand dan Indonesia, masih terjebak dan terbenam makin jauh pada isu-isu populisme receh seperti  politik identitas dan politik dinasti yang  secara etikal merusak spirit kebebasan dan pembebasan yang menjadi cita perjuangan demokrasi. 


Pemberangusan kelompok penekan (pressure group) dan oposan yang kritik terhadap kekuasaan di negara Asia Tenggara termasuk Indonesia menjadi peringatan keras bahwa pemimpin sipil pun yang terpilih dengan cara demokratis dapat menjalankan kekuasaan dengan cara otoriter. Pembubaran Hizbur Tahrir Indonesia dan FPI tanpa proses pengadilan menjadi bukti bahaya dari otoritarian sipil yang dapat menghambat kemajuan demokrasi dan kebebasan berekspresi kelompok  sipil.

 

Situasi ini diperparah lagi oleh budaya politik uang dan dinasti di negara-negara Asia Tenggara yang  makin subur terutama di Indonesia, kondisi kehidupan politik dan demokrasi sangat memprihatinkan. tidak ada rasa malu lagi, uang beredar bebas di arena pemilu memasuki pintu-pintu rumah, kamar, kampung dan bahkan bilik suara pemilih. Sudah hilang keluhuran budaya bangsa, sudah mati akal sehat, tidak berguna lagi  ilmu sebagai parameter baik buruk. Lebih ironisnya lagi,  agama pun sebagai pandangan hidup, pedoman perilaku dan petunjuk hidup yang lurus, seolah beku dan seketika mati suri menjadi fosil tak berdaya di arena pemilu. 


Kesaktian ilmu, akal budi dan kesakralan agama memimjam istilah antropolog Evan Pitchard. Sia-sia tidak sanggup mencegah perilaku politik uang yang barbar. Harga diri manusia turun dititik nadir dalam pemilu dan dari pemilu ke pemilu karena dari ujung kepala sampai kaki konstituen dapat dengan mudah dibeli dengan uang. Tidak ada lagi kejujuran hati, kemuliaan diri, kehormatan manusia, prinsip hidup dan harga diri sebagai  homo sapiens atau insanul kamil (manusia cerdas/sempurna).  semua atribut simbolik manusia seperti pengaruh, jumlah anggota keluarga, dan pengikut punya harga dan nilai rupiah. Dalam pemilu kuantitas orang dan kualitas orang  ikut miliki angka dan harga. Jasa dan simbol apapun  serba ikut laku  dan laris tereksploitasi dalam pemilu presiden dan pileg di negara kita.

 

Harusnya Identitas manusia sebagai makhluk politik yang berakal (zoon politicon)  serta rasional meminjam istilah Filsuf Yunani Aristoteles tidak boleh terjual dan tergadai murah oleh pasar uang receh politisi. Pemilu sebagai mekanisme rotasi kekuasaan menurut Samuel Huntingt0n(1993) harus menjadi momentum memilih pemimpin yang kredibel. Anehnya pemilu kita direduksi makna dan  nilainya menjadi politik bagi-bagi uang dan transaksi bansos bukan pertentangan ide dan gagasan yang deliberatif (membebaskan) publik dari kemiskinan, ketertinggalan, dan kesenjangan ekonomi. Nyatanya yang terjadi di lapangan, aktor dan pemilih di arena  pemilu  tidak lagi bicara lantang soal ide, program, gagasan. Keduanya, malah sama -sama ikut mabuk fantasi kekuasaan dan  rela singkirkan etika dan nilai sebagai peradaban politik. 


Hilangnya nilai-nilai kebaikan demokrasi sebagai public virtue (kebajikan bersama dan sebagai fatsoen politik menjadi pertanda kita telah berada di era matinya nilai yang dinamakan  oleh Filsuf kenamaan Jerman Frederick Nietzhe sebagai ‘ Nihilisme ‘.

 Realitas politik saat ini, tidak lagi diilhami oleh kecukupan pengetahuan, kesadaran logis, dan dibimbing oleh etika yang menjadi semacam agama bagi demokrasi. Jacques Rosseau pemikir demokrasi kenamaan Perancis bahkan menekankan pentingnya keutamaan kecerdasan dan ketinggian ilmu sebagai syarat mengelola negara. Pemimpin harus orang yang paling pintar diantara kamu ujarnya. Oleh karena itu, pemilu sudah saatnya menjadi titik balik yang fundamental untuk memilih pemimpin dan negarawan  berkualiatas.  Supaya nilai-nilai utama dari cita demokrasi yakni pemerintahan yang bersih, keadilan, kebebasan, kesetaraan, persaudaraan dan kesejahteraan benar-benar nyata dapat diwujudkan. 


Jadi bukan hanya janji dan retorika politisi ketika  musim pemilu tiba.    Saya menyaksikan sendiri  di pemilu 14 Pebruari  2024, proses pemilu belum mengalami proses transformasi yang mendasar. Belum ada pergeseran orientasi dan paradigma masyarakat soal pemilu. Pemlu presiden dan pileg tidak dilihat sebagai evaluasi dan seleksi pemimpin yang baik dan transformatif. Meski banyak calon yang tampil di level nasional, regional dan lokal dengan gagasan, visi, integritas dan intekeltualitas mumpuni. Belum cukup laku dipilih baik karena alasan tidak punya uang untuk beli suara maupun karena alasan popularitas yang minim.


Pemilih lebih menyukai caleg-caleg berkantong tebal, meski minim kapasitas ilmu dan pengetahuan tetapi mereka berani belanja suara. Demi berharap serangan fajar   tidak ada ikatan keluarga yang akrab, hubungan sosial yang tulus, jasa dan modal sosial yang saling diingat. Interaksi dan relasi sosial sudah ikut berubah menjadi serba politis.  Ketika pemilu tiba     keluarga, teman, sahabat dan orang sekampung juga harus dibayar oleh caleg agar dapat suara dan dukungan politik. Nyaris tidak ada lagi kebaikan sebagai sesama manusia yang tersisa selain kegilaan terhadap uang. Kegilaan-kegilaan yang terjadi dalam politik ini, menjadi dasar Filsuf Bertrand Russel ikut menamakannya sebagai ‘ kegilaan peradaban modern’. Sulit ditemukan orang jujur, amanah dan dapat dipercaya saat pemilu. 


Pemain (aktor), penyelenggara dan masyarakat pun sama-sama ikut bermain gila sehingga tidak jelas lagi, siapa mengawasi siapa,  apa, dan bagaimana. Rambu dan regulasi hanya menjadi pernak Pernik pelengkap  pemilu saja. Tidak ada aturan yang sunguh-sungguh ditegakan, kalaupun supremasi hukum ditegakan terkait pelanggaran pemilu biasanya hanya berlaku kepada lawan politik yang berseberangan bukan kepada kelompok dominan  seperti petahana berkuasa, kerabat  serta kelompoknya yang menguasai basis, jaringan dan sumber daya kekuasaan.

Situasi ini berdampak pada runtuhnya kredibilitas  jalannya pemilu karena pasti setiap terjadi pelanggaran pemilu oleh klan yang berasal dari dinasti politik tertentu  seperti kecurangan, i-netralitas, dan penggelembungan suara selalu berakhir dengan kompromi, akomodasi, dan transaksi di belakang meja.  (silakan dibantah).   Akibat dari buruknya kualitas penyelenggaraan pemilu yang terjadi, tidak heran Indonesia berada di peringkat ketiga sedunia dalam hal banyaknya politik uang (buying voters). 


Negara kita hanya kalah dari Uganda, dan Benin. Secara akademis fakta menunjukan bahwa pengaruh politik uang terhadap pemilu relatif  kecil, yaitu sekitar 10 persen. Namun politik uang dianggap sebagai penentu kemenangan kandidat. Itu sebabnya politik di seluruh Kawasan Asia dilakukan untuk mengatasi winning gap ( jarak untuk menang) dari competitor.  Alasan ini menjadi petaka yang menyebabkan praktek politik uang (masih  mengakar kuat mencengkram gagasan keterbukaan, kebebasan, kesetaraan dan keadilan yang diusung sebagai nafas panjang perjuanagn demokrasi.

Demokrasi yang dijalankan di negara-negara  Asia Tenggara terutama di Indonesia dan Philipina gejala politiknya nyaris sama dapat dilihat dari bangkitnya klan dan dinasti politik baru setelah rezim Soeharto yakni dinasti Jokowi, Megawati, dan SBY. Ketiga klan dan trah politik ini justru menemukan momentum dan mengalami kontraksi politik dengan menumpang pengaruh  besar kekuasaan  Presiden Jokowidodo. Penunjukan AHY sebagai Menteri di cabinet Jokowi setelah 10 tahun menjadi oposan, tak ayal menegaskan adanya akomodasi dan upaya sistematis untuk menjaga hegemoni dan dominasi lewat rezim. Serangkaian manuver politik di Mahkamah konstitusi dan penggembosan partai PDIP oleh Presiden Jokowi yang meloloskan Gibran dan mempecundangi Ganjar Pranowo yang diusung resmi PDIP.

 

Fenomena bangkitnya politik dinasti juga terjadi di negara Asia Tenggara lainnya yakni Philipina   Kemenangan Bongbong Marcos di Philiphina menegaskan ketatnya pertarungan politik klan Marcos dan Rodrigo Duterte keduanya merupakan anak mantan presiden Philipina sebelumnya. Fenomena politik keluarga di Philipina sangat kuat serupa dengan Indonesia, Thailand dan juga Malaysia. Hubungan politik yang didasari oleh ikatan-ikatan kekerabatan tentu cukup problematik dan negara-negara di Kawasan Asia Tenggara secara historis terutama Philipina dan Indonesia tampaknya kesulitan untuk melepaskan diri dari belenggu dan jerat politik dinasti. Walaupun melalui pemilu yang relatif demokratis , keluarga politik besar tetap memenangkan pemilu. Fenomena serupa pun bisa kita amati bagaimana kemegahan dinasti politik di Indonesia sebut saja  trah politik Soekarno melalui Mengawati Soekarnoputeri-Puan Maharani di PDIP, Soesilo Bambang Yudoyono dan AHY di Partai Demokrat. 


Perlawanan sengit terhadap politik dinasi dan dinasti politik di Indonesia marak sekali dilakukan     melalui aksi demonstrasi dan protes oleh public rasanya belum mempan menyingkirkan parasit politik dinasti di era demokrasi modern.

Padahal politik dinasti akan menjebak dan menjeremuskan kepada pembentukan  kekuasaan patrimonialistik. Di mana, kekuasaan diatur, dikuasai dan dikendalikan oleh segelintir anggota-anggota keluarga.  Dinasti politik yang tengah berkuasa di Indonesia misalnya  membungkam kritik  publik lewat serangkaian tindakan teknokratis dan struktural kekuasaan untuk membungkam suara publik, oposisi dan lawan politik. 


Para ahli seperti Aspinal menyebut situasi politik di Asia Tenggara  umumnya masih menunjukan kecenderungan yang mengarah kepada otorianisme sipil yang canggih. Hal ini mengingatkan saya kepada Steven levitski dalam how democracy die yang menegaskan bahwa diantara tanda dari lonceng dan alarm kematian demokrasi adalah terpilihnya pemimpin-pemimpin  ‘sipil’ dengan cara-cara demokratis tetapi mereka berwatak otoritarian. 


Bisa kita lihat contoh kediktatoran komunis di Vietnam dan kamboja, rezim Polpot membunuh jutaan rakyat sipil dalam killing field tanpa belas kasih kemanusiaan dan  nalar logis.  Hal serupa juga mirip terjadi  di Singapura yang pro Status Quo dengan sistem pemerintahan satu partai, dan kediktatoran monarki  di Thailand dan militer  Myanmar yang tega melakukan genosida sadis kepada jutaan  etnis Rohingya. Kenyataan pahit lain bahwa seteah 78 tahun merdeka dan reformasi tahun 1998 praktek buruk demokrasi berbasis patronase di Indonesia dan Malaysia masih kokoh dan tangguh bercokol meski gelaran pemilu demokratis telah berulang kali dilakukan.

 

Demokrasi di Asia tenggara tidak akan pernah berdidi kokoh dilihat dari keadaan dan lintasan politik elektoral justru menghadapi era kemunduran baru lihat saja di Philipina, presiden Rodrigo Duterte telah merusak tatanan peradilan dan memberangus  oposisi. Fenomena ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia demi alasan dinasti politik dan politik dinasti mahkamah konstitisipun disalah gunakan untuk meloloskan Gibran rakabuming putra Presiden Jokowi. 


Suara-suara kritis publik dan akademisi pun di hampir 70 universitas besar dan terkemuka dianggap oposan dan Tendesius.  Jika di Laos, Kamboja, Brunei dan Vietnam  tidak tanda reformasi berbeda dengan di indonesa reformasi sudah dilakukan untuk memberangus aneka kolusi, nepotimse, korupsi dan otoritarianisme. Mirisnya politik dinasti, kolusi dan korupsi justru marak membudaya seolah menemukan lahan baru untuk bertumbuh subur pasca reformasi dan pemilu 2024.


Kita bisa lihat  bagaimana stagnasi dan kehancuran demokrasi di Indonesia telanjang terjadi. Tidak ada lagi etika, budaya,  kejujuran, bahkan agama yang memandu arah jalannya politik dan demokrasi. Politik uang, konspirasi, kecurangan dan penyalagunaan kekuasaan nyata adanya,  mobilisasi birokrasi dari presiden, menteri gubernur, walikota, bupati, aparat  hukum bahkan di tingkat mikro kepala sekolah dan oknum guru-guru ditekan, diarahkan dan diancam mutasi demi muluskan jalan serta ambisi politik dinasti meraih kekuasaan.  


Penurunan kualitas demokrasi nyata terjadi menggurita dan menyebar luas menjadi perilaku banalitas (umum/biasa) meminjam istilah Hannah Arrendt.  Saya mencoba menghubungkan gejala  masif dan sistemiknya praktek politik uang di Indonesia dengan praktek culas dan curang yang sama di sejumlah negara Asia Tenggara untuk menemukan akar dan sumber persoalan utama yang sama. Thailand misalnya setelah partai pendukung petahan, Palang Pracharat Partai , keluar sebagai peraih suara terbanyak. Sejumlah kecurangan ditengarai terjadi seperti surat suara tidak dihitung, angka kehadiran yang rendah dan politik uang.

B. Faktor-Faktor Muculnya dinasti Politik

 Jika politik uang mewarnai penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia fakta yang mencengangkan sama juga terjadi di sejumlah negara Asia Tenggara. Sebut saja Filipina, Malaysia, Thailand, dalam pelaksanaan pemilihan umumnya banyak ditemukan konspirasi, kecurangan, penghianatan dan praktek politik uang. Pada empat negara  yang saya sebut, menunjukkan bahwa banyak kemiripan pola dalam pelaksanaan politik uang dalam pemilu  Misalnya serangan fajar di Indonesia juga dijumpai di Thailand dengan istilah The night of the barking dogs. Sementara di Papua Nugini hal tersebut dikenal sebagai Evil Night malam setan. Jadi Politik uang merupakan fenomena yang tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga di beberapa negara Asia Tenggara. (hasil Riset, Edward Aspinal, 2023 Democracy for sale).


 Politik uang makin mengganas dan menggila usai orde baru dampak dari gagalnya negara menghadirkan kesejahteraan bagi publik serta  lemahnya kontrol masyarakat sipil terhadap penyelenggaraan negara.


Kuat dan besarnya hegemoni kekuasaan dinasti politik di Indonesia hampir sama dengan Vietnama, Malaysia dan di Philipna, gejalanya disebabkan oleh pertama, mahalnya biaya politik yang menghambat dan membatasi ruang gerak politisi potensial non-klan seperti akademisi, profesional dan praktisi untuk bertanding dalam kompetisi politik elektoral yang setara. Berbeda dengan anggota klan politik tertentu biasanya didukung oleh keku atan modal, jaringan pemodal, dan anggota keluarga lain yang sudah duduk dijabatan-jabatan politik strategis.  Sehinga dengan mudah dapat melakukan konsolidasi, akomodasi dan mobilisasi organ-organ birokrasi, ormas, dan elite sosial-agama. Variabel kedua,  baik di Indonesia maupun Philipina dan Kawasan Asia Lainnya umumnya bantuan klan politik kepada anggotanya yang berkompetisi bukan hanya berbentuk uang melainkan akses, jaringan dan pengaruh yang dapat dikonversi menjadi suara.

Sejumlah variabel politik dapat menjadi alasan fundamental terhadap maraknya dinasti politik muncul di beberapa negara Asia Tenggara secara khusus di Indonesia. Beberapa alasan dapat menjadi sebab kronis, mengapa politik dinasti bisa merebak luas. Beberapa diantaranya seperti besaran wajib ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang harus mencapai 20 persen kursi atau 25 persen suara sah, berkontribusi terhadap kemungkinan munculnya politik dinasti atau kekerabatan. 


Tingginya besaran ambang batas membuat akses pencalonan dalam proses pilkada menjadi terbatas hanya kepada segelitir elite klan, trah dan dinasti poltik tertentu yang memang sudah padat modal,  pengaruh dan akses politik. Demikian juga dengan dipresulitnya syarat calon perseorangan untuk maju dalam pilkada menjadi penyebab munculnya dinasti politik. Padahal keberadaan calon perseorangan  dinilai penting untuk menghadirkan calon alternatif. Akhirnya akses politik menjadi sempit dan terbatas hanya pada kelompok tertentu.Faktor lain tentu karena mahalnya biaya politik juga ikut berkontribusi menghadirkan politik dinasti dan politik uang dalam jual beli tiket pencalonan.  Rendahnya kesadaran masyarakat dalam mengevaluasi politik dinasti turut memperparah dan membuka kases yang lebar bagi mucul dan bertahannya dinasti politik di sejumlah daerah dan negara di Asia Tenggara.


C. Problem pemilu di Indonesia

Saya berharap dengan terpuruknya praktek demokrasi di Asia Tenggara dan secara khusus di Indonesia mendorong perlunya kerjasama internasional baik bilateral dan multilateral untuk membalikan keadaan. Tentu dalam isu demokratisasi, peningkatan kapasitas partai politik, penyelenggara pemlu, Pendidikan politik, partiisipasi publik dan akses terhadap regulasi pemilu. Mengapa ini penting dilakukan karena jika kita melihat desain dan arsitektur penyelenggaraan pemilu kita. Seolah sengaja dirancang dengan sejumlah celah hukum ( yuridis) dan antropologi. 


Pertama, harus diakui jujur bahwa sistem rekrutmen penyelenggara pemilu dari bawaslu pusat hingga daerah dilakukan secara formalitas dan berjalan secara politis. Tidak ada rigiditas (ketetatan) misalkan semua pelamat tidak ada verifikasi linearitas kelimuan, pengalaman kepemiluan, pengetahuan kepemiluan dan gagasan mutakhir tentang model penyelnggaraan pemilu yang ditawarkan sebagai alternatif solusi jika pemilu berjalan tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, idealnya penyelenggara pemilu seperti bawaslu dan kpu di semua tingkatan harus memiliki pengetahuan dasar tentang hukum karena persoalan pemilu adalah soal hukum. Pemiliu bicara tentang regulasi, kontestan diatur rambu hukum, pelanggaran ditindak secara hukum, kampanye diatur hukum, pemasangan baliho harus sesuai aturan hukum, tahapan pemilu berjalan menurut hukum, sosialisasi harus indahkan ketentuan hukum, pemungutan suara ulang (PSU) juga ada alas hukum. Jadi bisa dibayangkan kompleksnya tantangan pemilu baik dari sisi aturan maupun implematsinya di masyarakat jika komisioner bawaslu dan KPU hanya yang amatiran. 


Persoalan kedua, bukan rahasia umum jika penyelenggara pemilu rata-rata orang titipan partai politik tertentu. Ada sejumlah akademisi, praktisi dan profesional lain yang ikut seleksi tetapi tanpa sowan atau rekomendasi ketua partai politik dapat dipastikan sulit lolos. Apalagi di level penyelenggara tingkat provinsi dan kabupaten selain rekomendasi oknum-oknum ketua partai politik di daerah harus juga diamankan oleh partai-partai di pusat yang berkepentingan untuk menitipkan orang dalam di internal penyelanggara pemilu. Inilah akar persoalan yang menyingkirkan aspek dan prinsip profesionalitas dalam menjaring penyelenggara pemilu yang kredible, imparsial, fair dan intelektual.


Pikiran saya mungkin terkesan utopis dan ideal tetapi sampai kapan proses-proses politik yang tidak fair ini dibiarkan berjalan tanpa upaya evaluasi dan pengawasan kritis publik. Dari pemilu ke pemilu integritas penyelenggara pemilu yang direkrut dengan cara -cara politis dan tranksaksional telah membawa impliaksi buruk. Penangkapan sejumlah oknum komisioner bawaslu  karena korupsi di pusat dan  daerah bahkan menyebar sampai di kecamatan-kecamatan  makin memperkeruh suasana batin publik yang berulang kali keceawa karena ternyata wasit pemilu yang harusnya menjaga kejujuran, kerahasiaan, kebebasan dan kelangsungan pemilu juga  ikut bermain di arena kontestasi.


Persoalan ketiga, soal data pemilh yang amburadul dan integritas penyelenggara pemilu yang rendah. Sulit menghasilkan pemilu yang berkualitas jika penyelenggara pemilu tidak memiliki cukup integritas. Sering kali aroma konspirasi di setiap pemilu menghangat dibicarakan publik bahkan santer terdengar menyeruak di publik.


Jika caleg inginkan banyak suara maka, bisa bermain mata dengan membeli suara sisa/lebih dengan oknum penyelenggara pemilu. Salahkah jika praktek ini marak dan meluas berulang-ulang terjadi. Jawabanya bisa realtif beragam tergantung dari dan disudut mana kita lihat dan berdiri. Jika dilhat dari pola rekrutmen tentu bisa dimaklumi mereka jadi calo suara untuk oknum partai tertentu dan tokoh tertentu karena ada konpensasi dan hutang budi yang harus dibayar kembali karena mereka terpilih sebagai penyelenggara karena jual nama besar partai, kharisma dan pengaruh tokoh partai, dalam politik ini di disebut dengan (trading influence).

Mereka hanya setia kepada partai dan ketua partai. Kerja-kerja kepemiluan dan tugas-tugas pengawasan cenderung dilakukan secara normatif gugurkan kewajiban. Dari pusat sampai daerah penyelenggara pemilu direktur untuk memudahkan dan melancarkan jalannya pemilu tetapi karena dari awal direkrut, ada konflik kepentingan menyeret mereka ke dalam arus kepentingan partai politik yang menitipkan. Sehingga jika terjadi pelanggaran pemilu baik penggelembungan suara, curi start kampanye dan politik uang jarang tuntas diatasi oleh penyelenggara pemilu. Apalagi kalau menyangkut partai besar, partai penguasa dan ketua partai. Jika kondisi ini berlanjut maka, politik dinasti dan dinasti politik akan terus bertambah tumbuh dan berkembang secara pesat di Indonesia dan akan menyebar di seluruh daerah. Maka, akan merusak etika, tatanan dan fungsi demokrasi yang mementingkan adanya sirkulasi elite yang ada dan distribusi kekuasaan yang adil. Politik dinasti dan dinasti politik adalah parasit yang setiap waktu dapat menjadi bom waktu yang memberangus demokrasi dan prinsip-prinsip yang diperjuangkannya.


*****

Kamis, 18 Januari 2024

2024, STIE BIMA Prodi Manajemen Dapat Akreditasi Baik Sekali

 



Bima, Inside Pos,-


Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi ( STIE ) Bima mendapatkan kabar gembira diawal tahun 2024. 

Prodi Manajemen STIE BIMA Mendapat nilai Akreditasi Terbaik melebihi Prodi manajemen ataupun Prodi lain di Fakultas Ekonomi dan Bisnis dari PTS maupun PTN yang ada di NTB.


Ketua STIE Bima, Firdaus mengatakan,akreditasi Prodi Manajemen STIE Bima mendapat peringkat akreditasi Baik Sekali yang diperoleh dari Lembaga Akreditasi Mandiri Ekonomi Manajemen Bisnis dan Akuntansi ( LAMEMBA ), Lembaga Akreditasi yg dikenal sangat ketat dalam memberikan Penilaian Akreditasi.

Firdaus mengaku, Sertifikat Akreditasi yang diterima STIE Bima ini berlaku 5 tahun, sejak tanggal 12 Januari 2024 sampai dengan 12 Januari 2029.


"Hal ini menjadi Langkah positif untuk Prodi Manajemen STIE Bima dalam mengemban tanggungjawab untuk tetap meningkatkan kualitas dan prestasi lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional”jelas Firdaus. 


Firdaus juga menyampaikan rasa syukurnya atas pencapaian akreditasi tersebut. Menurutnya, Timnya telah bekerja keras memenuhi kriteria penilaian.


"Akreditasi yang didapat ini juga tidak luput dari kerjasama yang baik dari semua unsur yang ada dalam persiapan akreditasi mulai dari pimpinan, dosen, mahasiswa, alumni serta dari berbagai stakeholder yang sudah bekerjasama dan percaya terhadap STIE Bima terutama dalam menghasilkan Alumni yang berkualitas dan siap pakai," imbuhnya.


Hal ini juga telah diakui dan disampaikan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLdikti) Wilayah VIII melalui platform media sosial resminya dengan mengucapkan selamat atas pencapaian yang telah diraih oleh Prodi Manajemen STIE Bima.


#Pena Bumi



Kamis, 11 Januari 2024

Mabuk, Oknum Caleg Gelora Diduga Aniaya Warga

 



Bima, Inside Pos,-

Oknum Caleg Propinsi dari partai Gelora, RML diduga lakukan penganiayaan terhadap warga Kabupaten Bima di Taman Ria. Peristiwa hukum itu terjadi disalah satu kedai kopi, 16 Desember 2023 lalu. 


Menurut saksi, korban saat itu tengah duduk dengan rekan-rekannya di kedai kopi taman ria. Diduga dalam keadaan mabuk, pelaku datang memukul korban. Dari kejadian itu, korban mengalami luka serius dipelipis kiri. 


"Padahal kita tidak tahu apa-apa. Tiba-tiba pelaku (RML) datang dari arah samping melakukan pemukulan membabi-buta," ujar saksi EW 


Kata Saksi EW, Pelaku jalan sempoyongan. Diduga dalam keadaan mabuk. Pelaku sempat colek saksi. Keadaan itu membuat keadaan memanas.


"Pelaku RML diduga dalam keadaan mabuk. Setahu kita dia Caleg dari Partai Gelora," kata saksi. 


EW mengaku sudah diperiksa oleh Polres Bima Kota terkait pengaduan korban, KCG. Kata EW kasus tersebut telah menjadi atensi polisi untuk melakukan mengungkapkan. 

"Kami saksi dua orang sudah diperiksa oleh penyidik polres Bima Kota," terangnya


Sementara itu, korban KCG meminta pelaku agar segera ditangkap. Ia tidak terima dirinya dianiaya ditempat umum. 

"Saya percaya Polres Bima Kota melakukan penangkapan terhadap pelaku. Ini menyangkut nama baik saya," tegasnya. 


Kata KCG, ia tidak pernah bermasalah sebelumnya dengan pelaku RML. Bahkan sering tegur sapa.

"Saya menduga oknum caleg dari partai Gelora itu dalam keadaan mabuk," pungkasnya. 


Sementara itu, penyidik Polres Bima Kota mengaku telah memeriksa para saksi dan korban. Dalam waktu dekat akan melakukan pemanggilan terhadap terduga pelaku. 

"Kita akan kerja sesuai prosedur hukum. Intinya kasus ini menjadi atensi kami," ujar salah satu Penyidik Polres Bima Kota. 


#Ipul







Jumat, 05 Januari 2024

Kasat Narkoba Pimpin Penangkapan Pria Asal Kendo Kota Bima Bawa Prekursor Narkotika

 



Kota Bima, Inside Pos,-

Seorang pria inesial WK (35) asal Kendo Kota Bima diringkus Tim Opsnal Sat Narkoba Polres Bima. Kegiatan pengungkapan jaringan narkoba ini dipimpin langsung AKP Tamrin, S.Sos, Jumat (05/01) siang tadi. 


Kasat Narkoba Polres Bima Kota AKP Tamrin menyampaikan, berawal dari laporan masyarakat, bahwa ada seseorang yang akan mengambil paket kiriman di salah satu jasa pengiriman di Kelurahan Pane.


Menindaklanjuti informasi itu, Kasat bersama tim Opsnal langsung menuju lokasi dan berhasil mengamankan WK (35) seorang pria asal Kelurahan Kendo Kecamatan Rasanae Timur. 




Setelah WK diamankan, anggota memeriksa badan WK dan menemukan paketan yang baru saja ia ambil. Disaksikan oleh Ketua RT setempat, anggota menemukan 26,98 gram Prekurso dan 0,57 gram bahan pembuatan narkotika jenis sabu-sabu. 


"Untuk diketahui, Prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Kami sudah ungkap dari seorang pria tadi," ujar Tamrin seraya menambahkan


"Terduga sengaja membeli bahan yang di duga prekurso tersebut melalui apilkasi ALIBABA dengan tujuan untuk membuat Narkotika jenis Shabu untuk di konsumsi sendiri," tambah ya


Usai mengamankan WK dan barang bukti kata Kasat, ia bersama anggota langung menuju rumah WK di Kelurahan Kendo. Di sana anggota berhasil mengamankan alat hisap sabu. 


Guna pemyelidikan lebih lanjut, WK dan barang bukti di bawa ke Kantor Sat Narkoba Polres Bima Kota. 


"WK sedang dalam pemeriksaan oleh penyidik," Katanya


Keberhasilan Kasat Narkoba itupun mendapat apresiasi dari DIR Sat Narkoba Polda NTB AKBP Dedy Supriadi SIK, MIK. Ia mengatakan, "Toooppppp pak Tamrin dan Tim👍👍👍. Perdana ungkap kasus prekursor dan berhasil dengan maksimal tertangkap," pujinya Via WhatsApp 


# Pena Bumi



Selasa, 02 Januari 2024

Pemkot Bima Hibahkan Mobil Ambulance ke BAZNAS Kota Bima

 


Bima, Inside Pos,-

Hebat. BAZNAS Kota Bima mendapatkan bantuan Hibah Mobil Ambulance dari Pemerintah Kota Bima. Bantuan ini untuk menunjang Rumah Sehat yang sudah dibangun oleh BAZNAS Tahun 2023. 


Walikota Bima Muhammad Rum mengatakan, bantuan Ambulance merupakan wujud dari keseriusan pemerintah kota bima dalam melayani masyarakat. Menurutnya, keberadaan rumah sehat dan ambulance di Baznas kota bima menjadi sarana ibadah membantu masyarakat. Terutama yang tidak mampu. 


"Kami percaya kepada BAZNAS Kota Bima dalam menangani masyarakat kota bima. Semoga bantuan ambulance ini menjadi sarana penunjang dalam pelayanan," ujarnya, Selasa 2 Januari 2024 tadi.


Lanjut Rum, Rumah sehat (klinik) telah 100 persen tuntas. Kehadiran rumah sehat di Kota Bima akan memberikan pelayanan kesehatan prima untuk masyarakat kota bima. Jika Fasilitas dirumah sakit kota bima tidak mampu menampung, rumah sehat juga dapat menjadi solusi terbaik.


"Kita akan berupaya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik bagi warga kota bima. Klinik rumah sehat menjadi alternatif terbaik selain RS Kota Bima," pungkasnya


Ketua BAZNAS Kota Bima,H. Nurdin Mansyur, S.sos, MM, memberikan apresiasi dan terimakasih kepada Pemerintah Kota Bima yang memberikan bantuan hibah ambulance. 


"Kami akan menerima amanah ini dan menjalankan sesuai harapan masyarakat kota bima," ujarnya singkat. 


#Pena Bumi

Sabtu, 30 Desember 2023

Perubahan Perilaku Konsumen IT Pasca Pandemi Pada Sektor Perekonomian

 



Opini: Nurul Istiqomah


Nama:Nurul istiqomah

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang Semester I

Prodi:Teknik informatika


Pandemi COVID-19 yang melanda dunia telah membawa perubahan  hampir di setiap aspek kehidupan. Pembatasan pergerakan kini berlaku bagi masyarakat yang sebelumnya bisa bergerak bebas melakukan aktivitas masing-masing. Namun, semenjak adanya pandemi, pergerakan yang dulunya bebas  kini dibatasi. Jadi setiap aktivitas pada masa pandemi dilakukan dengan cara tatap muka  yang akan diadakan secara online(daring).


Hal ini secara tidak langsung mengubah perilaku masyarakat, termasuk  perannya sebagai konsumen. Perubahan perilaku konsumen ini tidak hanya berdampak pada produk yang dibeli masyarakat. Namun juga proses pencarian, pemesanan, dan pengambilan keputusan pembelian. Perilaku konsumen terbukti berubah secara signifikan dalam kurun waktu kurang dari dua tahun sejak kita menghadapi pandemi COVID-19.


Perubahan-perubahan ini diharapkan dapat memperkenalkan kebiasaan-kebiasaan baru ke dalam kehidupan sehari-hari masyarakat dan  berkembang seiring berjalannya waktu. Hal ini secara tidak langsung menuntut kita untuk tetap bisa beradaptasi agar mampu beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi setiap saat. 


Dalam hal perubahan perilaku konsumen, kita dapat mengamati situasi yang berbeda setelah  pandemi ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Presiden Joko Widodo mengumumkan bahwa pemerintah telah resmi mencabut status pandemi COVID-19 di Indonesia dan menyatakan Indonesia akan dinyatakan  dari masa pandemi ke masa epidemi mulai tanggal 21 Juni 2023.


Sejak saat itu, situasi secara bertahap mulai membaik. Apalagi banyak masyarakat yang  mulai melakukan aktivitas di luar rumah, seperti berbelanja di pasar. Tidak dapat disangkal bahwa dampak perubahan perilaku konsumen akibat pandemi COVID-19 masih ada. Pada dasarnya, pandemi COVID-19 berdampak besar terhadap perilaku konsumen.Konsumen telah berevolusi baik dari segi perilaku konsumsi, strategi pemasaran, dan sikap  pembelian.


Pertama, belanja online tetap populer selama pandemi karena semuanya dilakukan sepenuhnya secara online. Pandemi virus corona membuat masyarakat kecanduan belanja online, banyak E-commers yang menarik perhatian Masyarakat dengan menawarkan berbagai keuntungan berbelanja online seperti gratis ongkir, cash back, diskon da lain-lain.  


ini semakin membuat masyarakat menjadi kecanduan berbelanja online.dimana harga yang di tawarkan di E-commers lebih murah dibandingkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Barang yang dipesan secara online membutuhkan banyak waktu untuk diproses dan dikirim, namun selain fakta bahwa barang yang diinginkan mungkin tidak tersedia secara lokal, masih banyak orang yang  memilih metode belanja ini.


Kedua, pola pembelian pada aplikasi ojek online. Pola belanja pada aplikasi ojek online  memudahkan konsumen dalam menerima barangnya dengan cepat, karena waktu pemesanan dan pengantaran hampir sama. Pola belanja  ini  meningkat tajam selama pandemi, terutama untuk pembelian bahan makanan. Platform ini telah menjadi salah satu platform konsumen terpopuler untuk membeli makanan lezat. 


Bahkan jika pandemi ini berakhir, penjualan grosir sayur-sayuran dan buah-buahan masih akan dibatasi.Kendala yang dihadapi konsumen dengan platform ini adalah harga dan biaya pengiriman yang sedikit lebih tinggi. Walaupun pandemi sudah berakhir tapi pola belanja ini masih banyak dikalangan Masyarakat,pada saat masa pandemi yang membuat pergerakan Masyarakat dibatasi.


Seperti sosial distancing atau berdiam diri dirumah. Diharapkan kondisi ini membuat perilaku masyarakat menjadi perilaku yang positif seperti contoh memasak di rumah, tapi hanya sedikit Masyarakat yang melakukan itu karna muncul nya platfom yang membuat mereka mudah dan tidak memerlukan tenaga yang banyak,seperti aplikasi ojek online yang menawarkan berbagai kuliner yang sangat memudahkan konsumen yaitu dengan sekali klik tampa membutuhkan tenaga yang banyak.


Ketiga, penggunaan media sosial  seperti WhatsApp, Facebook atau aplikasi sejenis lainnya dalam proses jual beli. Dapat kita ketahui bahwa beberapa aplikasi di atas  dulu hanya digunakan untuk saling berbagi informasi, meng update kehidupan dll. Tapi semenjak pandemi banyak penjual yang beralih menjual prodak nya lewat beberapa aplikasi diatas. 


Penjual dapat memamerkan produknya di media sosial dan pembeli dapat melakukan pemesanan melalui aplikasi chat. Setelah transaksi disepakati,penjual akan melakukan pengiriman menggunakan opsi pengiriman. Di  berbagai Kota, beberapa pelaku ekonomi ramai menjual produknya di media sosial. 


Grup ini berbasis di jejaring sosial Facebook dan aktif serta selalu populer di kalangan orang-orang yang ingin membeli makanan lezat. Selain itu, masyarakat juga dapat berbelanja secara live show melalui media sosial. Viral belakangan ini adalah live show dimana penjual akan live barang dagangan nya dengan berbagai metode untuk menarik minat pembeli,seperti membuka sesi tanya jawab. Ketika pembeli mengomentari salah satu prodaknya  lalu penjual akan mencoba memakai  atau menampilkan produknya. Ada banyak sekali jenis kebutuhan yang dijual, baik kebutuhan primer maupun tersier yang dapat dilihat secara real time melalui media sosial.

Jadi bagaimana dengan  pedagang kecil yang bergantung pada masyarakat setempat untuk membeli produk sehari-hari, seperti  toko kelontong di pusat desa dan penjual produk segar desa, yang biasanya membuka kiosnya mulai pukul 6 pagi? Bagaimana dengan penjual makanan ringan di pasar yang membuka pintu dan menyiapkan makanan untuk mereka?  jajanan untuk sarapan atau untuk bekal sekolah anak?  Bisakah kita mengharapkan kembalinya perilaku belanja tradisional sebelum pandemi, atau apakah konsumen ingin menyesuaikan perilaku belanja mereka?


Pengecer kecil perlu berpikir  kreatif untuk menyelamatkan usahanya, terutama setelah pandemi.  Tanpa inovasi, bisnis mereka bisa dengan mudah hilang dari pengecer besar. Salah satu terobosan yang perlu dilakukan oleh para pedagang kecil adalah beradaptasi dengan perubahan perilaku konsumen dan meminimalisir hambatan yang dihadapi konsumen, terutama pada platform yang  sedang naik daun. 


Tidak dapat dipungkiri, masyarakat saat ini  masih menggunakan jasa untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Namun pola belanja pick-up and drop-off bisa menjadi pilihan cerdas bagi pengecer kecil, terutama yang mengandalkan konsumen lokal sebagai target audiensnya. Pembeli dapat memesan produk melalui aplikasi chat. Penjual menyiapkan produk yang dipesan.  Pada waktu yang ditentukan, pembeli dapat mengambil barangnya tanpa harus berada di toko.

Transformasi ekonomi digital telah mengalami kemajuan pesat selama dekade terakhir, dan pandemi telah mempercepat proses tersebut. Gaya hidup online akan terus berlanjut dan ada pula yang menjadi hybrid (online dan offline) bahkan setelah era pandemi. Dalam 10 hingga 20 tahun, ekonomi digital akan berkembang lebih inklusif, dengan seluruh sektor ekonomi di seluruh wilayah  terdigitalisasi.Perusahaan yang ada harus mengantisipasi dan beradaptasi untuk bertahan dan tumbuh.


****

Jumat, 22 Desember 2023

Walikota Bima Rakor bersama Komite Pendirian IAIN Bima

 



Walikota Bima H. Muhammad Rum didampingi tiga Kepala Dinas melakukan rapat koordinasi dengan komite pendirian IAIN Bima di Mataram Kamis,21/12/2023.            


Rapat tersebut dihadiri Kepala Inspektorat, Kepala Bappeda dan Kepala BPKAD Kota Bima. Sementara Komite Pendirian IAIN Bima hadir dewan pembina H. Muhammad Nur, SH. MH, Ketua komite Prof. Dr. H. Muhammad, M. Pd., M. S. , Sekretaris Prof. Dr. Bahtiar, M. Pd. Si., Bendahara Dr. Gazali, MH, dan semua Bidang Prof. Dr. Ismail, M. Pd., Prof. Dr. Syarifudin, M. Pd., Dr. Imran, MH, Dr. H. Yudin Citriadin. Sementara dewan pembina yang lain yaitu Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA., berhalangan hadir.


Dalam Rapat yang berlangsung kurang lebih 3 jam tersebut menghasilkan beberapa rumusan penting. Pertama, akselerasi keluarnya izin pendirian IAIN Bima. Kedua, penerimaan mahasiswa baru dilakukan pada tahun 2024. 


Ketiga,  kegiatan akademik untuk sementara waktu dilakukan di SMPN 1 Kota Bima. Keempat, pemerintah Kota Bima tetap berkomitmen tinggi untuk segera menghadirkan IAIN di Kota Bima. Kelima, seluruh kegiatan komite pendiri didukung penuh oleh Pemkot Bima. Keenam, Komite Pendirian IAIN Bima akan segera mulai bekerja pada bulan Januari 2024 mempersiapkan seluruh tahapan proses perizinan dan persiapan penerimaan mahasiswa baru dan perkuliahan.


Ketua Komite Pendirian IAIN Bima Prof. Dr. H. Muhammad, M. Pd., M.S., mengatakan bahwa pihaknya dan seluruh tim komite langsung menindaklanjuti keputusan-keputusan rapat tersebut terutama poin-poin yang menjadi kewenangan komite. 


"Malam ini, kami langsung bekerja merancang timeline utuh sehingga seluruh kegiatan dilakukan secara terarah dan sistematis untuk mencapai target akselerasi izin dan kegiatan-kegiatan akademik pasca keluarnya izin pendirian," ujar Prof. Muhammad Kamis Kemarin. 


Walikota Bima H. Muhammad Rum menegaskan kembali komitmen pihaknya untuk segera menghadirkan IAIN Bima. Menurutnya, lahirnya IAIN Bima ini sangat relevan dan dinanti-nantikan oleh masyarakat Bima dan masyarakat Pulau Sumbawa termasuk masyarakat Nusa Tenggara Timur pada umumnya. 


"Kehadiran IAIN Bima membawa konsekuensi logis kemajuan daerah terutama kemajuan peradaban dan kemajuan ekonomi," ujar Walikota Bima seraya menambahkan,


"Tentu masyarakat Pulau Sumbawa sangat bangga dengan kehadiran IAIN Bima karena ini merupakan perguruan tinggi negeri pertama dan satu-satunya di Pulau Sumbawa yang posisinya adalah di kota Bima sehingga kota Bima semakin mengokohkan dirinya sebagai kota pendidikan," tutupnya 


#Pena Bumi



Minggu, 03 Desember 2023

Pembentukan Karakter Melalui Peran Guru Sebagai Orang Tua Asuh di Sekolah



NTB, Inside Pos,-

Opini: Maryanton, S. Pd

Mahasiswa Magister Manajemen Inovasi Universitas Teknologi Sumbawa (UTS) dan Guru SMA Negeri 1 Donggo


Pendahuluan:

Pendidikan sebagai fondasi pembentukan karakter dan pemahaman dunia memegang peran sentral dalam perkembangan individu. Dalam era dinamika sosial yang terus berkembang, peran guru telah mengalami transformasi signifikan. 


Tidak hanya sebagai pengajar, guru kini juga diharapkan menjadi orang tua asuh siswa, membimbing mereka dalam aspek-aspek kehidupan sehari-hari. Dalam opini ini, kita akan mengeksplorasi dinamika, tantangan, dan dampak peran guru sebagai orang tua asuh siswa.


I. Transformasi Peran Guru: Dari Pengajar Menuju Orang Tua Asuh

A. Evolusi Peran Guru: Menciptakan Lingkungan Pembelajaran Holistik


1. Dari Pengajar ke Pembimbing: Tradisi mengajar berubah menjadi pendekatan pembimbingan, di mana guru bukan hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga membimbing siswa dalam aspek-aspek non-akademis.

2. Ketidakpastian Masa Depan: Guru sebagai orang tua asuh berperan dalam membantu siswa menghadapi ketidakpastian masa depan, mengembangkan keterampilan adaptasi dan ketangguhan.


II. Tanggung Jawab Guru sebagai Orang Tua Asuh Siswa

A. Pembimbingan Emosional dan Sosial

1. Pentingnya Kesejahteraan Emosional: Guru harus peka terhadap kesejahteraan emosional siswa, membimbing mereka melalui tantangan emosional dan membantu mengatasi stres.


2. Pembentukan Keterampilan Sosial: Guru berperan dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa, memastikan mereka mampu berinteraksi secara sehat dalam masyarakat.


B. Pendidikan Moral dan Etika

1. Menjadi Teladan Moral: Guru sebagai orang tua asuh harus menjadi teladan moral, membentuk nilai-nilai etika dan integritas siswa.


2. Mengatasi Tantangan Moral Kontemporer: Guru dihadapkan pada tantangan dalam mengajarkan nilai-nilai moral di tengah dinamika masyarakat kontemporer yang kompleks.


III. Tantangan dalam Peran Ganda Guru

A. Diversitas Siswa dan Kebutuhan Beragam

1. Menangani Keberagaman: Guru sebagai orang tua asuh harus dapat mengakomodasi keberagaman siswa, termasuk latar belakang budaya, ekonomi, dan kemampuan belajar.


2. Mengatasi Disparitas Pendidikan: Tantangan dalam mengatasi kesenjangan pendidikan memerlukan pendekatan yang inklusif dan berfokus pada keadilan.


B. Batasan Waktu dan Sumber Daya

1. Menyeimbangkan Tugas: Guru dihadapkan pada batasan waktu dan tugas tambahan di luar jam mengajar, menuntut keseimbangan yang sulit antara peran sebagai pengajar dan orang tua asuh.


2. Pentingnya Dukungan Institusional: Institusi pendidikan perlu menyediakan dukungan dan sumber daya yang memadai untuk memfasilitasi peran guru sebagai orang tua asuh.

IV. Strategi Penguatan Peran Guru sebagai Orang Tua Asuh

A. Peningkatan Pelatihan Guru


1. Pelatihan Pembimbingan Emosional: Program pelatihan yang mendalam tentang pembimbingan emosional dapat mempersiapkan guru untuk menghadapi tantangan psikososial siswa.


2. Pengembangan Keterampilan Komunikasi: Keterampilan komunikasi yang baik adalah kunci dalam peran guru sebagai orang tua asuh, memungkinkan mereka memahami dan merespons kebutuhan siswa dengan efektif.


B. Kolaborasi dengan Orang Tua Biologis


1. Komunikasi Terbuka dan Kolaborasi: Membangun kemitraan yang kuat antara guru dan orang tua biologis dapat menciptakan jaringan dukungan yang holistik bagi perkembangan siswa.


2. Mengatasi Tantangan Kolaborasi: Menyelesaikan hambatan dalam kolaborasi memerlukan upaya bersama dan kesadaran akan kepentingan bersama.

V. Dampak Positif Peran Guru sebagai Orang Tua Asuh

A. Pengembangan Karakter dan Kematangan Emosional


1. Kontribusi terhadap Pembentukan Karakter: Guru yang berperan sebagai orang tua asuh dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pembentukan karakter siswa.


2. Mengatasi Tantangan Kesejahteraan Mental: Pembimbingan emosional yang efektif dapat membantu siswa mengatasi tantangan kesejahteraan mental.


B. Peningkatan Kualitas Pembelajaran

1. Hubungan Positif dengan Pembelajaran: Lingkungan yang mendukung dan hubungan yang positif antara guru dan siswa dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.


2. Mendorong Keingintahuan dan Motivasi: Guru sebagai orang tua asuh dapat memotivasi siswa untuk belajar dengan meningkatkan rasa keingintahuan dan motivasi intrinsik.


VI. Kesimpulan: Mewujudkan Pendidikan yang Holistik

Peran guru sebagai orang tua asuh siswa merupakan aspek integral dalam menciptakan pendidikan yang holistik dan berdaya saing. 


Meskipun dihadapkan pada sejumlah tantangan, peran ini memberikan peluang besar untuk membentuk generasi yang berkarakter kuat dan mampu mengatasi kompleksitas dunia. Dengan komitmen, pelatihan, dan dukungan yang tepat, guru dapat menjadi pilar yang kokoh dalam membimbing siswa menuju keberhasilan pribadi dan profesional.


Pembentukan karakter siswa melalui pendidikan adalah aspek krusial dalam menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga memiliki integritas moral dan kemampuan sosial yang kuat. Dalam transformasi pendidikan menuju pembentukan karakter, peran guru menjadi kunci, mirip dengan peran orang tua dalam membimbing anak-anak mereka. Proses ini melibatkan integrasi pembelajaran akademis dengan pengembangan nilai-nilai, sikap, dan perilaku positif yang membentuk dasar kepribadian siswa.


Guru sebagai Orang Tua Asuh: Guru, dalam perannya sebagai pengajar, tidak hanya menyampaikan informasi tetapi juga membentuk lingkungan yang mendukung dan peduli. Sebagian besar waktu siswa dihabiskan di sekolah, sehingga peran guru dalam menjalankan fungsi orang tua asuh sangat signifikan. Guru berinteraksi dengan siswa setiap hari, memberikan dorongan moral, dan menjadi contoh yang dapat diikuti. Dalam kelas yang nyaman dan aman, siswa merasa lebih mampu mengembangkan diri mereka tanpa takut dicemooh atau diabaikan.


Transformasi Pendidikan: Pendidikan telah mengalami transformasi signifikan dari model konvensional yang hanya menitikberatkan pada transfer pengetahuan akademis. Transformasi ini menciptakan kebutuhan akan pendekatan yang lebih holistik, yang mengakui bahwa pengembangan karakter adalah elemen kunci dari pendidikan yang berhasil. Guru harus melebihi peran sebagai penyampai fakta, menjadi fasilitator pembelajaran yang mendukung perkembangan siswa secara keseluruhan.


Pembentukan Karakter: Pembentukan karakter merupakan proses jangka panjang yang mencakup pengembangan nilai-nilai, etika, dan sikap positif. Karakter tidak hanya mencakup kualitas personal seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kerjasama tetapi juga kemampuan untuk mengatasi tantangan dan berkembang dalam situasi sulit. Pendidikan karakter memungkinkan siswa mengenali perbedaan antara benar dan salah, serta memberikan dasar untuk membuat keputusan yang etis di kehidupan sehari-hari.


Model Pembelajaran Kolaboratif: Pentingnya kolaborasi antara sekolah dan keluarga tidak dapat diabaikan. Orang tua memiliki peran besar dalam mendukung peran guru sebagai orang tua asuh. Komunikasi terbuka antara guru dan orang tua memungkinkan pemahaman bersama tentang kebutuhan dan perkembangan siswa. Ini juga membantu dalam menciptakan konsistensi antara lingkungan sekolah dan rumah, memberikan dukungan yang kohesif dalam membentuk karakter siswa.


Studi Kasus atau Contoh Praktik Baik: Ada banyak sekolah dan program pendidikan yang telah berhasil mengintegrasikan pembentukan karakter dalam kurikulum mereka. Sebagai contoh, sebuah sekolah dapat menerapkan program mentor-murid di mana siswa lebih tua menjadi mentor bagi siswa yang lebih muda, menciptakan hubungan yang positif dan memperkuat nilai-nilai positif. Program-program seperti ini memberikan bukti konkret tentang efektivitas pendidikan karakter di sekolah.


Dukungan Psikososial: Pentingnya dukungan psikososial dalam pembentukan karakter tidak dapat diabaikan. Layanan konseling di sekolah dapat memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengatasi masalah emosional atau sosial yang dapat memengaruhi perkembangan karakter. Program pengembangan kepemimpinan juga dapat menjadi sarana yang efektif untuk membangun keterampilan sosial dan kepribadian positif.


Evaluasi dan Pengukuran: Menilai pembentukan karakter memerlukan pendekatan yang hati-hati. Selain penilaian akademis, perlu ada metode evaluasi yang mempertimbangkan perkembangan nilai-nilai dan sikap siswa. Ini mungkin melibatkan pengukuran keterampilan sosial, partisipasi dalam kegiatan positif, dan refleksi pribadi. Evaluasi yang holistik memastikan bahwa perkembangan karakter siswa diakui dan dihargai.


Dalam menggabungkan semua aspek ini, pendidikan dapat mencapai tujuan lebih luasnya, yaitu menciptakan individu yang bukan hanya cerdas secara intelektual tetapi juga memiliki integritas moral yang kokoh. Guru yang memainkan peran ganda sebagai orang tua asuh memiliki tanggung jawab besar dalam membentuk generasi yang tidak hanya sukses tetapi juga etis dan berkontribusi positif pada masyarakat. Transformasi pendidikan menuju pembentukan karakter adalah langkah mendalam menuju pembentukan masa depan yang lebih baik.

***