Selasa, 04 Oktober 2022

Pemberlakuan KSP BMN Berpotensi Menimbulkan Inflasi di 3 Daerah di Pulau Sumbawa



Bima, Inside Pos,- 

Ironi. Disaat Pemerintah Pusat semangat mendorong untuk pemulihan inflasi di seluruh daerah terdampak, justru pemberlakuan Kerjasama Pemanfaatan (KSP) Barang Milik Negara (PBM) oleh PT. Pelindo Bima berpotensi menimbulkan Inflasi di 3 Daerah Pulau Sumbawa.  Diantaranya, Daerah Kabupaten Bima, Dompu dan Kota Bima. 


Kenapa bisa menimbulkan Inflasi di 3 Daerah?? Sekretaris APBMI (Asosiasi Perusahan Bongkar Muat Indonesia) Cabang Bima, Sudirman paparkan jika diberlakukan pada 5 oktober KSP PBM maka akan sangat berpotensi inflasi. Menurutnya, ada perbedaan signifikan biaya bongkar muat sebelum ditentukan KSP BMN oleh Pelindo Bima. 


Sebelumnya, biaya penggunaan Jasa yang dikeluarkan senilai Rp. 1850/Ton. Setelah diberlakukan KSP BMN maka nilai pembayaran senilai Rp. 7397/Ton. Dengan naiknya sekitar 400 persen biaya jasa di Pelindo Bima secara tidak langsung akan menimbulkan Inflasi. Sangat bertentangan dengan semangat Presiden Joko Widodo untuk pemulihan inflasi di 88 Daerah di Indonesia.  


"Inflasi tidak bisa kita hindari jika diberlakukan KSP BMN di Pelindo Bima. Dengan naiknya biaya penggunaan jasa akan berpengaruh pada naiknya harga barang di Bima Kota, Dompu dan Kabupaten Bima," papar Sudirman 



Kata Sudirman,  inflasi di 3 Daerah di Pulau Sumbawa ini dikarenakan satu-satunya Pelabuhan yang digunakan untuk pendistribusian barang dan jasa itu di Pelindo Bima. 


"KSP BMN itu sangat merugikan masyarakat Bima-Dompu.  Karna aktivitas distribusi barang dan jasa dilakukan di Pelabuhan Bima," terangnya


Tidak hanya itu,  Sudirman dalam  Sosialisasi Pengelolaan Fasilitas Barang Milik Negara yang digelar di PT Pelindo III Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), menuai protes dari sejumlah Perusahaan Bongkar Muat (PBM) yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI), Selasa (04/10/2022). 


Reaksi para Pengusaha lokal ini pun,  langsung menolak atas KSP yang dimaksud. Sebab, banyak menilai, Pelindo Bima menarik biaya di luar ketentuan sekitar puluhan miliar pertahun dengan modus surat kesepakatan yang tidak diatur sebagai tarif di  Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 72 tahun 2017.


"Dugaan biaya pungutan Liar yang dimaksud adalah komponen biaya SHERING. Kami dari Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat (PBM) berharap biaya Shering Sebsar Rp 2.071 per ton  itu dihapus. Sebab, itu adalah kesepakatan diluar aturan yang tidak memiliki dasar hukum. Biaya shering yang diterapkan oleh PT Pelindo sama saja pungutan liar," protes Sekretaris APBMI, Sudirman, saat sosialisasi berlangsung. 


Dijelaskannya, tahun 2018 biaya shering ini diberlakukan di Terminal 2 Pelabuhan Bima, sejak lokasi tersebut diambil alih pengelolaannya oleh PT Pelindo. 


Bisa dibayangkan, berapa miliar biaya bagi hasil (istilah biaya shering) itu didapat oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT Pelindo Bima, dari hasil bongkar muat yang diperkirakan ratusan ribu ton pertahun. 


"Aktifitas bongkar muat hasil komoditas jagung saja mencapai 300 ribu ton pertahun. Coba bayangkan 300 ribu ton dikali Rp 2.071, totalnya mencapai Rp 6 miliar lebih. Dan itu belum termasuk Cargo pupuk, semen dan sejumlah barang-barang lainnya," ungkapnya. 


Atas dasar itu, APBMI Cabang Bima menolak adanya KSP BMN di terminal 1 Pelabuhan Bima diambil alih pengelolaanya oleh PT Pelindo. 


Sejalan dengan penolakan tersebut, APBMI Bima memberikan pandangan alternatif, jika Terminal 1 Pelabuhan Bima yang semula dikelola langsung KSOP dan kini mau diserahkan ke Pelindo Bima, maka mereka minta agar biaya shering untuk dihapus di komponen tagihan PT.Pelindo ke pengguna Jasa di Pelabuhan Bima atau ditiadakan lagi. 


"Jika semua terminal Pelabuhan Bima dikelola oleh PT Pelindo, pasti sangat memberatkan pengguna jasa dan akan berdampak ke harga jual bahan pokok di masyarakat. Sebab di Dermaga KSOP kita hanya membayar PNBP sebesar Rp 1.850 per ton. Sedangakan kalau sudah di KSP kan di PT Pelindo maka  kami akan membayar 4 kali lipat yakni Rp 7.397 Perton, yang mana selisih nya kenaikan sebesar 400 Persen," kesalnya.


Menanggapi hal itu, PT Pelindo Bima mengakui jika biaya shering telah diberlakukan sejak tahun 2018 atas nota kesepakatan bersama sejak tahun 2014 lalu. 


"Jika ingin merubah tentu harus melewati mekanisme dengan mengajukan kembali ke Pelindo Pusat dan ke Kementerian Perhubungan RI agar biaya shering ditiadakan," kata GM Pelindo Bima, Rahmat Saruri. 


Diakuinya, pengambilalihan pengelolaan Terminal 1 Pelabuhan Bima oleh PT Pelindo, berdasarkan keputusan dari Pemerintah Pusat yang menginginkan setiap pelabuhan dikelola oleh pihak BUMN dalam hal ini PT Pelindo.


#Pena Bumi


Tidak ada komentar: