Kota Mataram, Inside Pos,-
Kasus Ilegal Logging yang menyebabkan kerusakan hutan yang meluas di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB). Tim pendamping LPW NTB mendatangi sekaligus melaporkan kasus tersebut ke Poda NTB, Selasa (2/10/2023).
Surat Pengaduan tersebut dengan Nomor: 01/E/LPW-NTB/X/2023 terkait dugaan Tindak Pidana Ilegal Logging di Kabupaten Dompu NTB. Poinnya, meminta Kapolda setempat melalui Dirreskrimsus Polda NTB melakukan Penyelidikan.
"Pengaduan tersebut diterima baik pihak piket siaga Ditreskrimsus Polda NTB atas nama Muh Nur Sahroni dengan tanda bukti nomor: TBLP/305/X/2023/Ditreskrimsus," kata Tim Pendamping LPW NTB, Satria Tesa, S.H Melalui Rilis ke media
Aktivis Gerakan NTB ini berharap, Kapolda NTB segera atensi pengaduan dimaksud. Menurutnya, kerusakan hutan salah satu penyebabnya adalah penebangan pohon secara ilegal (illegal logging) oleh oknum yang tidak bertanggungjawab di wilayah hukum Kabupaten Dompu. Karena itu kata dia, kasus Ilegal Logging ini patut mendapatkan penanganan yang tidak biasa.
"Untuk memastikan penanganan yang tak biasa-biasa saja kami juga akan mengirimkan surat tembusan permohonan penyidikan itu pada Kepala Kepolisian RI Cq. Badan Reserse Kriminal Polri.Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Cq. Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepala Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPPH) Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara, Seksi Wilayah III Kupang," sebut mahasiswa
Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Unram ini.
Adapun fakta-fakta hasil penjangkauan LPW NTB yang diterima media online
•Penebangan hutan terjadi di hutan lindung wilayah Sori Na'e Desa Saneo, Kecamatan Woja Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat;
•Bermula sejak tahun 2015 s/d tahun 2019 PT. NINDYA KARYA melakukan aktivitas pembuatan saluran ingkubasi yang dialiri 2 (dua) DAM di Kab.Dompu yaitu Dam Tanju dan Dam Mila;
•Dengan adanya akses jalan tersebut pada poin 3, masyarakat pertama yang melakukan aktifitas perambahan dan penebangan liar di wilayah Resor Panca yang sampai saat ini dijadikan sebagai lahan tani jagung antara lain: Kelompok Masyarakat Desa Sori Utu, Kecamatan Manggelewa, Kab.Dompu, Kelompok masyarakat Desa Rababaka, Kecamatan Woja, Kab. Dompu, Kelompok masyarakat Desa Serakapi, Kecamatan Woja, Kab.Dompu;
•Tidak terima wilayah hutannya di masuki oleh kelompok masyarakat Desa tersebut poin 4, kelompok masyarakat Desa Saneo membatasi dengan cara melakukan pengelolaan lahan dengan cara yang sama yaitu melakukan pengelolaan lahan hutan menjadi lahan tani jagung, sehingga perambahan hutan terus meluas;
•Seiring berjalannya waktu proses perambahan dan penebangan liar terus meluas hingga ratusan bahkan ribuan hektar sampai ke puncak Gunung Matua; Gunung Matua, merupakan hutan lindung menjadi sumber mata pencaharian, sumber mata air kebutuhan seluruh masyarakat Desa Saneo, juga masyarakat Kabupaten Dompu karena Hutan Saneo berada dataran tinggi di wilayah administrasi Kabupaten Dompu;
•Bahwa KPH Ampang Riwo Soromandi serta Resor Panca yang memiliki wilayah kerja, sampai saat ini tidak ada tindakan apa-apa, baik itu untuk melakukan pengawasan, pengontrolan, melarang dan memberikan efek jera terhadap kelompok perusak hutan tersebut;
•Ada kecenderungan pihak KPH abai pada persoalan tersebut, dan hasil wawancara dengan masyarakat, pihak KPH memiliki banyak lahan diluar kawasan serta menarik retribusi dari kelompok tani jagung di kawasan tutupan;
•Bahwa pendalaman hasil wawancara, pada penebangan liar, KPH justru meminta jatah, baik pada operator chainsow, pada truk yang muat kayu serta pada pedagang atau pembeli kayu hutan lindung;
•Bahwa masyarakat yang masih peduli hutan saat ini terdapat kelompok yang tidak terima juga melakukan perlawanan, karena dari tingginya angka kerusakan hutan yang mengakibatkan hilangnya sumber kehidupan Masyarakat;
•Bahwa menurut masyarakat, sumber kehidupannya yaitu: Pertama, beberapa sumber mata air, atau air bersih yang mejadi kebutuhan minum dan persawahan, kebutuhan khusus masyarakat Desa Saneo, dan kebutuhan secara umum masyarakan Kabupaten Dompu, hal itu menghambat aliran karena beberapa titik mata air hilang. Kedua, madu hutan sebagai sember mata pencaharian untuk menghidupi keluarganya bahkan hampir punah. Ketiga, akibat penebangan liar, tingkat kerusakan kebakaran hutan semakin parah, kebakaran hutan siang dan malam terjadi di hutan lindung Desa Saneo;
•Dari uraian masyarakat, aktifitas perambahan dan penebangan liar serta pemuatan kayu siang malam dengan kisaran ada sekitar 30 (tiga puluh) truk masih terus terjadi dan makin meluas sampai saat ini;
•Menurut masyarakat, pelaku penebangan liar menimbun banyak kayu di hutan, perkebunan dan pemukiman warga di puluhan titik lainnya;
•Masyarakat mengatakan pihak KPH tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, hanya datang dan pergi, tidak ada langkah atau tindakan sesuai dengan fungsinya. Bahkan dari hasil wawancara dengan masyarakat, KPH terus melakukan transaksi bersama pelaku penebangan liar maupun para pengusaha kayu, dan semakin banyak unit usaha yang khusus menjual kayu hutan;
•Dari beberapa poin di atas kelompok masyarakat yang tidak terima hutan dan sumber kehidupannya hancur, mengharapkan ada tindakan tegas yang di lakukan oleh pihak terkait sesuai tugas dan tanggung jawabnya, memberikan efek jera terhadap para pelaku yang terlibat;
•Melalui LPW NTB, masyarakat meminta pihak terkait yang memiliki kewenangan, melakukan penelusuran lapangan (penyelidikan) dan mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan hutan dan kebaikan masyarakat serta generasi mendatang;
•Sesuai dengan amanat Konstitusi, negara melalui perangkatnya memiliki kewajiban melindungi tumpah darah, untuk menyelamatkan masa depan alam dan masyarakat Kabupaten Dompu dan sekitarnya;
•Apabila surat ini diabaikan atau mendapatkan respon berbelit, masyarakat dan LPW NTB serta jaringan masyarakat sipil, akan melayangkan surat terbuka, melakukan advokasi melalui media massa hingga aksi demonstrasi.
#Pena Bumi