Selasa, 18 Desember 2018

Bisnis Kayu Sonokeling di Bima Melibatkan Oknum Polisi


Bima, Inside Pos

Tingkat Kerusakan hutan di wilayah Bima (Kota dan Kabupaten Bima,red) sudah sangat parah. Hal ini disebabkan oleh faktor kesengajaan dan sikap apatisme masyarakat terkait kondisi alam di Bima. Pembalakan liar (Ilegal logging) merajalela dan lahan baru pertanian menjadi alasan utama rusaknya hutan di Bima. Miris dan menyakitkan!.


Pembalakan liar di Bima bukan hanya isu belaka. Tahun 2018, aparat keamanan sudah beberapa kali amankan kayu jenis sonekeling dan truck dijalan. Dari sejumlah kasus ini, ratusan batang kayu sonokeling yang tidak dapat memperlihatkan dokumen lengkap diamankan aparat. Terkuak, rentetan masalah sonokeling ini, ternyata diperoleh oknum warga dari hasil ilegal logging kemudian di jual ke pengusaha kayu. 

Diketahui, Kayu Sonokeling sendiri merupakan jenis kayu yang peredarannya melalui pengawasan ketat pihak  Satgas meliputi dari Unsur Polri, TNI, Pol-PP dan KPH. Di Indonesia, Sonokeling masuk kategori tumbuhan yang terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa pengaturan.


 BKSDA Propinsi NTB dinilai lemah terkait dengan regulasi izin muat dan usaha kayu sonokeling di Bima. Parahnya lagi,  kuat dugaan ada keterlibatan oknum aparat kepolisian dalam lingkaran bisnis 'haram' sonokeling di Bima. Sebagain besar hutan di Bima sudah terlihat gundul. Ancaman banjir besar bukan lagi sekedar prakira atau ramalan saja . 2016 lalu menjadi bukti nyata, Banjir besar di Kota Bima menjadi perhatian nasional. Puluhan Milyar milik warga disapu bersih oleh banjir.


Ikut serta oknum Polri dalam  bisnis kayu sonokeling terungkap setelah Tim Opsnal Reskrim Polres Bima Kota amankan 13 kontainer di Pelabuh Bima,  pada 3 Desember lalu. Namun dua hari kemudian dilepas lagi dengan bukti surat pengembalian barang bukti. Alasannya, tidak ada unsur pelanggaran soal dokumen kayu milik UD. Meci Angi dan Kaliandra.

Kerja cepat pihak Polres Bima Kota untuk mengembalikan barang bukti terlihat ada kejanggalan. Yakni, dalam berita acara pengembalian barang bukti tidak disertakan stempel basah dari Polres. Kejanggalan lainnya, batas waktu muat kayu sonokeling dari BKSDA Propinsi NTB tertulis 4 Desember sedangkan 6 Desember diberangkatkan ke Surabaya. Aneh tapi nyata.

Ruslan, Manager PT. Mentari Line dikonfirmasi Inside Pos diarea pelabuhan Bima membenarkan 7 dari 13 kontainer Sonokeling milik Viktor dan Tofan. Diketahui, Keduanya merupakan Polisi aktif yang bertugas di Polres Bima Kota.

"Pak Viktor yang punya kayu 7 kontainer, Mas," ujarnya seraya menyebutkan. "Dia anggota Polisi tapi tugasnya saya tidak tahu" pinta Ruslan meyakinkan wartawan.

Terkait dokumen pengiriman yang dinilai janggal, Ruslan menyarankan untuk pertanyakan ke pihak Polres Bima Kota. Alasannya, pihaknya hanya sebagai jasa penyedia dan pengiriman barang saja.

"Kalau soal kelengkapan izin muat dari BKSDA sudah kami pegang dan diperkuat dengan surat pengembalian barang bukti," elaknya

Ketika ditanya soal dokumen lewati batas waktu dari pihak BKSDA, Ruslan malah terlihat sibuk menggunakan handphone. Sesaat kemudian, Manager dibidang penyedia jasa kontainer ini memberikan handphone milikinya kepada Wartawan (Penulis, red). Katanya dari Tofan oknum
Polisi pemilik kayu sonokeling.

"Tidak ada hak Wartawan periksa dokumen kami. Itu tugas Polisi. Kamu mau apa, tunggu saya disitu," gertaknya via handphone

Setelah ditunggu diruang manager PT. Mentari Line beberapa menit, anggota Polisi yang diketahui  bertugas di Polres Bima Kota ini membatalkan hadir dipelabuhan alasan hujan.

Mencari fakta keterlibatan aparat negara dalam bisnis kayu sonokeling ini, Viktor ditemui diruang kerjanya di Polres Bima Kota. Kepada media, Viktor membenarkan dirinya menjalankan bisnis kayu sonokeling di Bima. Ia mengaku memiliki gudang di Kelurahan Rontu-Kota Bima.

"Saya sudah setahun lebih menjalankan bisnis ini. Saya dibantu teman saya Tofan," ujarnya

Namun, Viktor membantah mengambil kayu hasil ilegal logging. Ia mengaku membeli kayu sonokeling pada warga yang memiliki bukti kepemilikan lahan (SPPT). Bahkan, diakuinya sebelum ditebang, harus dilakukan pengecekan oleh Satgas yang melibatkan Polri, TNI, KPH dan Pol-PP.

"Saya sebagai aparat tidak boleh melanggar. Saya mengambil kayu diluar kawasan hutan tutupan negara" elaknya

 Tidak hanya itu, Viktor juga mengaku sudah memiliki izin untuk bisnis kayu sonokeling. Kayu Ia peroleh hanya disekitar kebun warga di Kota Bima.

"Saya ambil di warga lelamase, warga kolo dan beberapa titik kebun warga di Kota Bima. Saya tidak berani ambil kayu tanpa dokumen resmi," katanya seraya menawarkan ke awak media jika membutuhkan sesuatu agar menghubunginya melalui seluler



#Ryan

Tidak ada komentar: