Jumat, 10 Juni 2022

Akademisi Angkat Bicara Terkait Ulah Oknum Resmob Bima Soal Bisnis 'Kerosene'

 

Yasser Arafat, SH, MH merupakan Dosen Pendidikan disalahsatu  PTS Bima


Bima, Inside Pos,-
Berita berjudul "Dugaan Skandal Bisnis Gelap 'Kerosene', Korban Buka Mulut Soal Keterlibatan Lima Oknum Resmob Bima" mendapatkan tanggapan serius  dari Akademisi Bima, Yasser Arafat, SH.MH, Kamis Malam saat berkunjung di Kantor Redaksi Insidepos.Net

Magister Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI)-Makassar ini memberikan pandangan kritis terkait dugaan keterlibatan lima oknum Resmob Bima dalam lingkaran Bisnis Kerosene (Minyak Tanah) di Sape.

Menurutnya, jika yang disampaikan ID alias Cobra selaku korban yang memberikan uang Rp. 25 juta dan negosiasi jatah Rp. 5 juta sekali bongkar minyak sesuai Fakta maka sangat disayangkan. Harusnya Aparat penegak hukum menjadi  Role Model (Teladan) bagi penegakan hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

"Dugaan keterlibatan oknum Resmob Bima ini dapat merusak citra institusi penegak hukum kita di Indonesia, terutama di Wilayah Hukum Bima," ujarnya

Kata Yasser, aparat Polri dalam menjalankan tugas membasmi kejahatan harus sesuai prosedur dan protap yang berlaku di Institusi. Misalnya, dalam melakukan penyitaan barang yang diduga hasil kejahatan, Polisi dilapangan seperti Resmob harus dapat menunjukan identitas diri dan surat tanda penyitaan barang.

"Setahu saya, Resmob tidak memiliki kewenangan dalam melakukan lidik dan sidik dalam perkara peristiwa hukum. Mereka hanya memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan mengamankan barang dan diserahkan kepada pihak Reskrim Polres dalam  menentukan unsur pidana. Apakah itu layak dinaikkan dalam sidik hingga naik di Kejaksaan dan keputusan inkrah di Pengadilan," terangnya

Kader HMI Cabang Makassar ini mengaku heran. Dalam analisa kasus 300 jerigen yang diamankan oleh oknum brimob ini, dinilainya cacat prosedural. Hal ini diperkuat dengan kronologis yang diceritakan cobra (Korban) pemilik barang yang diamankan. Korban kesulitan mencari jerigen minyak yang diamankan.

"Kalau korban sulit mencari keberadaan minyak miliknya, berarti penyitaan barang dilakukan oleh Resmob Bima tidak disertai Surat perintah penyitaan dan Berita Acara Penyitaan serta Surat Tanda Penerimaan ( STP). Karena dalam surat STP itu semua tertera nama, alamat, jumlah, nilai dan tempat barang disimpan sebelum ada keputusan pengadilan," jelasnya

Yasser juga meminta agar dugaan keterlibatan oknum aparat ini harus menjadi atensi bagi petinggi Polri. Baik atasan langsung di Satuan Brimob maupun Kapolda dan Kapolri melalui pemeriksaan etik dan disiplin di Propam Polri.

"Kasus ini bukan perkara kecil. Keterlibatan aparat dalam kasus minyak ini harus diungkap dari akarnya. Kami menduga, masih ada perkara hukum lain yang tidak terungkap dari kejadian ini," cetusnya

Ketika ditanya, bagaimana jika kasus ini hanya diperiksa secara internal di Provos Polda NTB, tidak melibatkan Propam Polda? Yasser menjawab dengan tegas. Ia meragukan independensi  pemeriksaan internal tersebut tanpa melibatkan pihak propam Polda NTB.

"Untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban dan kepercayaan publik, kasus ini harus transparan dan dilakukan sidang kode etik dan disiplin sesuai aturan Polri yang berlaku sekarang. Kalau hanya dilakukan di Provos, itu tindakan disiplin yang  masih bersifat standar dan tidak terlalu memberikan efek jera bagi oknum yang melanggar sumpah sebagai abdi negara,"tegasnya.

Yasser juga berharap kepada Penyidik Bareskrim Tipidter agar melakukan penyelidikan secara mendalam terkait administrasi dan surat usaha minyak tanah milik ID alias Cobra. Bagaimanapun, minyak tanah yang berasal dari NTT itu perlu diperjelas asal pengembalian barang. Apakah itu bisnis illegal atau legal.

"Jika harus ada pemberian uang puluhan juga dan negosiasi jatah berjuta-juta, diduga kuat minyak tanah itu ilegal. Kalau legal, tidak mungkin terjadi transaksi suap menyuap dan negosiasi dengan oknum penegakan hukum," pungkasnya

#Pena Bumi

Tidak ada komentar: