Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Jumat, 27 November 2020

Masyarakat Donggo Sudah Cerdas, Pasti Akan Bulatkan Pilihannya Pada IMAN


Bima, InsidePos,- 


Demokrasi menjamin hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih. Tidak seorang warga negara pun boleh membatasi hak-hak warga negara untuk menyalurkan haknya. Karena hak tersebut sudah jelas diatur dalam konstitusional negara Indonesia. 


Menyimak pandangan saudara Arifudin, yang secara gamblang mengatakan bahwa H. Herman Alfa Edison ST (Calon Wakil Bupati Bima) belum tentu dipilih oleh masyarakat etnis Donggo. Dengan dalil masyarakat setempat sudah cerdas secara intelektual. 


Bagi penulis, pernyataan itu sangatlah keliru. Yang ada justeru masyarakat semakin cerdas. Secara psikis, masyarakat etnis Donggo telah membulatkan pilihannya tanpa ada keraguan pada Calon yang bertegline Bima Baru itu.


Melihat dinamika politik kabupaten Bima akhir-akhir ini. Dari ketiga Pasangan Calon (Paslon), hanya pasangan IMAN yang gencar mempromosikan program-programnya. Dua pasangan lain menurut penulis hanya pandai menjual aktivitas konfoi dengan melibatkan masayarakat. Tanpa memperhatikan aturan protokol covid-19.


Mereview sedikit kebelakang, pada saat momen pendaftaran Calon Bupati dan Wakil Bupati Bima. Ke tiga Paslon, dua diantaranya melibatkan masa yang cukup masif, hanya pasangan IMAN yang mematuhi aturan dan himbauan Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU) untuk tidak melibatkan banyak masa pada saat pendaftaran. 


Tentu ini bentuk kedewasaan dan pendidikan politik yang harus diapresiasi. Sebagai  intelektual, itu harus diakui sebagai peradaban baru politik di Bima.


Demokrasi itu hakikatnya ruang untuk menunjukkan ide dan pandangan. Bima ini harus berlabuh kemana 5  tahun kedepan? Pasangan IMAN dengan visi misi serta program yang jelas, merumuskan langkah untuk kedepan. 


Perspektif penulis, H. Herman AE ST, tidak pernah membawa nama "Suku Donggo" dalam Pilkada Bima ini. Apalagi mempolitisir "Suku Donggo" sebagai alat politik. Soal pernyataan beberapa orang yang mengajak masyarakat etnis Donggo bersatu untuk mendukung putra asli Donggo, itu hal lumrah. Sebab, itu sebagai rasa kebanggaan mereka terhadap putra asli.


Mestinya, saudara Arifudin, harusnya tabayun sebelum menyatakan pandangannya. Karena pandangan yang tidak berdasar justru menjatuhkan kewibawaannya sebagai intelektual dan akademisi. 


Sebagai contohnya, dia mengatakan masyarakat Donggo sudah cerdas. Masyarakat Donggo belum tentu memilih H. Herman. Pendekatan intelektual yang dia pakai tidak melihat realitas lapangan selama proses kampanye. Apa realitanya? Penulis sudah menjelaskan pada paragraf diatas. dimana satu-satunya Paslon Bupati-Wakil Bupati Bima yang gencar mempromosikan visi, misi dan program secara terukur hanya pasangan IMAN. 


Belum lagi dengan pendidikan politik yang baik. Pendekatan cerdas dan intelektual yang dipakai saudara Arifudin, justru terbantahkan melaui tampilan pasangan IMAN berdasarkan program dan pendidikan politiknya selama ini. Sekali lagi, jadi wajar masyarakat Etnis Donggo cerdas mendukung IMAN. Bukan karena label suku, tapi karena intelektual dan kecerdasan. 


Bagi penulis, saudara Arifudin senang bermain dengan halusinasi dan bacaan diatas kertas. Namun dia lupa jika referensi yang paling falid adalah realitas dan dinamika lapangan. Harusnya kedua variabel itu dibandingkan sebelum memberikan pandangan. Supaya tidak ditertawakan oleh masyarakat dan sesama akademisi.


Oleh: Kharismafullah (mahasiswa Pascasarjana Brawijaya Malang)


#tot

Kamis, 19 November 2020

Pasar Murah Paslon di Sanggar, Ada Indikasi Politik?



Bima, InsidePos,-


Oleh: Ruslin, S.Ikom,. M.Ikom, Dosen disalah satu Kampus di Jakarta


Beredar di media sosial Dinas Perindustrian dan Perdagangan (PERINDAG) Kabupaten Bima menggelar Pasar Murah dengan memasang spanduk berfoto IDP-Dahlan pada rabu 18/11 kemarin.


Dengan adanya penyelenggara Pasar Murah tersebut tentu sangat membantu kebutuhan masyarakat apalagi ditengah situasi wabah pandemi Covid-19 yang menyebabkan segala kebutuhan jadi terbatas, namun yang menjadi masalah dalam hal ini adalah adanya nuansa politik.


Saya pikir tindakan Dinas tersebut tidak diperbolehkan dalam UU Pemilu tentang netralitas ASN yang tertuang dalam Pasal 71 UU No. 1/2015 yang berbunyi: “Pejabat Negara, Pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang Membuat Keputusan dan/atau Tindakan yang Menguntungkan atau Merugikan Salah Satu Calon selama masa Kampanye”.


Oleh karena itu maka wewenang Bawaslu Kabupaten Bima segera bertindak secara tegas dalam menangani pelanggaran netralitas ASN.


Setau saya saat ini segala kebijakan pemerintah kabupaten Bima adalah kewenangan penuh Pejabat Sementara (Pjs) Bapak  Ir M Husni MSi  yang dilantik beberapa bulan lalu. Artinya di spanduk yang mereka buat harusnya memasang foto bupati yang sekarang bukan foto IDP-Dahlan yang statusnya sebagai kandidat calon bupati.


Menurut saya, berdasarkan tindakan Dinas tersebut tentu akan memunculkan stigma negatif pertama tidak menghormati Pejabat Sementara (Pjs) Bupati saat ini, kedua sebagai ASN tidak mampu menjaga netralitas ASN, dan yang ketiga tidak mendidik masyarakat dalam cara-cara yang jujur dan adil dalam berdemokrasi.


Harapan besar saya Kelapa Dinas Perindag harus bertanggung jawab atas perbuatannya sementara dari pihak Bawaslu Kabupaten Bima segera proses secara hukum kepala Dinas yang bersangkutan agar terjaganya demokrasi yang adil dan jujur, sehingga Demokrasi pilkada Kabaputen Bima menjadi contoh yang baik bagi daerah-daerah lain.

#tot

Senin, 09 November 2020

IMAN Sosok Yang Milenial, Sangat Pantas Membangun Bima


Bima, InsidePos,-


Diantara tiga Pasangan Calon (Paslon) Bupati-Wakil Bupati Bima yang ikut dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Paslon IMAN diakui sosok milenial dan pantas memimpin Kabupaten Bima.


Dibandingkan dua Paslon lainnya, yakni pasangan H. Syafruddin-Ady (Syafaad), dan Dinda-Dahlan (In-Dah). IMAN memiliki penilaian positif tersendiri bagi generasi muda di Bima.


Dengan demikian, pasangan nomor urut satu itu diakui mampu membangun kabupaten Bima lebih maju dan unggul kedepannya. Itu berdasarkan kemampuan dan sinergitas dua figur muda yang memiliki kompetensi yang seimbang.


Faisal, yang merupakan pemuda di Kecamatan Wawo Kabupaten Bima mengungkapkan, pasangan IMAN secara kualitas pikiran tidak diragukan lagi. Itu terlihat usai debat terbuka tiga Paslon di Gedung DPR Kabupaten Bima, Sabtu 7/11 kemarin.

 

"Kemarin pasangan IMAN mampu menguasai forum dan menjelaskan program-programnya dengan jelas. Visi misinya tepat sekali, berdasarkan keadaan kabupaten Bima yang sedang terjadi," kata Faisal, pada media ini, Senin 9/11.


Diuraikannya, pasangan IMAN memiliki keunggulan yang hebat dibandingkan dua Paslon lain. Yakni paslon In-Dah dan SYAFAAD. Disamping itu, IMAN adalah sosok yang religius dan tidak memiliki kasus masa lalu.


Lanjut Faisal, program pasangan IMAN pun jelas dan relevan dengan kebutuhan masyarakat di Kabupaten Bima, yang terkikis nilai religiusnya. Hadirnya program disetiap  Desa harus memiliki satu rumah Al-Qur'an merupakan terobosan baru yang lahir dari pasangan IMAN.


"Lewat program tersebut akan mampu menciptakan kembali Bima yang religius kedepannya. Inilah Bima ramah yang sebenarnya," cetusnya.


Dari 9 program yang di tawarkan paslon IMAN merupakan program yang menjawab kemunduran dan keterbelakangan Bima selama ini. Contohnya, Bima yang kekurangan lapangan kerja pasangan IMAN akan bangun industri garam yang dimana karyawannya adalah orang-orang dari daerah Bima Ini sendiri.


Petani akan sejahtera lagi dengan program meningkatkan ekonomi petani dengan metode kerja mengaktifkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). "jadi orang cerdas pasti memilih IMAN pada Pilkada 9 Desember 2020." pungkasnya.


#tot

Jumat, 02 Oktober 2020

Kearifan Lokal Sebagai Perwujudan Pilkada Maraso


Bima, InsidePos,-


Pilkada "maraso" (suci/bersih) adalah harapan seluruh masyarakat Bima yang diwujudkan dalam semangat KPUD kabupaten Bima. Ada makna yang mendalam jika ditelaah dalam perspektif antropologi terkait pilihan kata "Maraso". Sebab, kata "maraso" adalah kalimat yang mengandung nilai moral dan etika.


Kata "Maraso", dahulu selalu dikaitkan dengan kehidupan sosial masyarakat yang jauh dari tindakan tindakan amoral atau penyimpangan sosial. Karena biasanya ketika ada peristiwa yang melanggar etika dan moralitas kehidupan sosial. Maka masyarakat selalu mengeluarkan sumpah serapah. 


"Seperti kalimat "Mai mbere Mai oro kampoi Pu Ma Sampu Ade Dana Ro Rasa (Datanglah banjir, datang bawa semua yang kotor di tanah dan kampung)," ucap Juan juwanda


Tentu kalimat itu mengandung makna tersendiri. Yakni masyarakat Bima sangat anti akan tindakan-tindakan yang melanggar nilai etika dan estetika. Serta moralitas yang terkandung dalam syariat Islam maupun adat istiadat.


Perspektif masyarakat Bima, selalu melihat kejadian dalam pendekatan budaya dan agama. Hal itulah yang diwujudkan dalam kalimat "Maja labo dahu" yang didalamnya tertuang nilai agama dan budaya.


Dijelaskan Juan, untuk mewujudkan Pilkada "Maraso" bukan sesuatu yang klasik. Sebab, tumpuan harapan tergantung pada masyarakat, penyelengara, keamanan dan Paslon Bupati dan Wakil Bupati itu sendiri. Itupun bila tindakannya berpedoman pada kearifan lokal.


"Karna pada esensinya masyarakat Bima hanya mampu disadarkan pada instrumen penyadaran yang bisa mereka jangkau atau ketahui. Hal itulah menjadi satu kekuatan untuk kembali mengkampanyekan kearifan lokal demi mewujudkan "Pilkada Maraso Ru'u Dana Ro Rasa," jelas pria alumni STKIP Bima ini.


Jika Maja labo dahu dan Nggusu waru  diaktualisasikan dalam praktek politik Pilkada Bima saat ini. Maka akan menekan pelanggaran- pelanggaran dalam tahapan Pilkada.  Seperti money politik, saling menjatuhkan, permusuhan, konflik antar pendukung atau pelanggaran lain yang datang dari penyelenggara dan peserta Pemilu.


Bukan saja itu, Manggusu Waru adalah sarat dan kriteria yang diharapkan kepada pemimpin "Dana Mbojo" agar menjadi Dumu Dou Ina Mpu'u Ma Weki Ma Mboto Ndi 'Batu Wia Lele nLNa Ndei Siri Wia Nggawona  (mewujudkan pemimpin yang ideal yang bisa diteladani dan menjadi tempat bernaung bagi masyarakat ketika ada masalah dan persoalan yang dihadapi).

#tot

Selasa, 15 September 2020

Tabligh Akbar IMAN Sehatkan Pilkada Bima


Bima, InsidePos,-


Oleh: Yasser Arafat SH., MH


Kenapa deklarasi Pasangan Calon (Paslon) Bupati-Wakil Bupati Dr H. Irfan dan H. Herman Alfa Edison ST (IMAN) harus memilih Tablig Akbar? Bukan evoria politik seperti acara orgen tunggal, atau joget-jogetan? Tentu banyak spekulasi dan interpretasi muncul, itu tergantung perspektif individu yang melihatnya. 


Beragam narasi dimunculkan. Ada yang berpendapat politis, memanfaatkan simbolik agama dan sentimen budaya. Itu hal lumrah, sebab ini adalah  moment politik. Namun, tablig akbar oleh pasangan IMAN merupakan rangkaian dari kegiatan politik dalam rangka mengedukasi publik.


Paslon yang dikenal ramah dan santun itu bukan hanya hadir dengan kefiguran barunya, tetapi juga ingin memperlihatkan sesuatu yang baru di tanah Bima ini. Tentu dengan cara yang benar berdasarkan "Iman sosial Dou Mbojo" yang kental juga dikenal dengan nilai-nilai religi dan budaya. Itu diibaratkan molekul yang membentuk senyawa. Hal demikian hidup harmonis di batin publik Dou Mbojo. 


Sebutan Mbojo identik dengan daerah "Serambi Mekkah kedua setelah Aceh". Bahkan itu sudah menjadi pandangan hidup masyarakat Bima. Bahwa adat, nilai dan agama tidak boleh bertentangan satu sama lain. Sebagaimana prinsip yang terkandung dalam filosofi "Adat bersendikan Syara dan  Syara bersendikan Kitabullah". 


Prinsip ini menjadi pegangan hidup bagi Dou Mbojo. Yakni mereka yang masih berpegang teguh akan maslahat yang besar dan memperoleh kebahagiaan.  


Timbul pertanyaan, kenapa Tabligh akbar dipilih sebagai alat politik IMAN. Tentu ini berlandaskan pertimbangan nilai kemaslahatan umat, kebaikan warga negara. Bahwa kegiatan yang bersifat islami seperti sholawah, tilawah, dzikir dan doa bersama merupakan tanda kesejukan komunikasi politik pasangan IMAN ditengah panasnya gejolak politik saat ini. Tak hanya itu, juga menghangatkan percakapan publik serta mengurangi tensi politik menjelang pemilihan. Agar supaya keakraban percakapan publik kembali terjalin.


Dimata paslon IMAN Pilkada adalah pesta rakyat. Hakikatnya rakyat harus dihibur dengan sajian juga asupan yang bergizi. Dengan memberikan keteladanan melalui edukasi politik gagasan. Dimana ide yang dipertandingkan bukan caci maki, marah-marah, apalagi sinis. Karena politik yang saling menyudutkan merupakan cara tidak sehat yang menghilangkan keakraban berdemokrasi.


Makin kedepan Paslon IMAN diakui selalu menjadi perbincangan hangat pada pikiran publik. Selalu melekat pada kehidupan Iman sosial Dou Mbojo serta sangat akrab dalam percakapan masyarakat. Jawabannya beragam. Pertama, terjadi semacam kejenuhan pada psikologis masyarakat Bima yang bosan dengan dagelan politik, dongeng kekuasaan, politik pencitraan yang terus membohongi. Atas dasar itu publik akhirnya apatisme dengan mulut  yang diobral.


Kedua, karena selalu diberi harapan palsu masyarakat kini telah tersadarkan. Kehadiran pasangan IMAN bukan hanya mewarnai pikiran demokrasi. Namun juga dianggap sebagai sosok pemimpin yang layak memimpin karena memiliki hati nurani yang berpihak terhadap rakyat ruhani. Oleh karenanya, sosok demikian yang dinantikan publik hari ini. Yakni pemimpin yang peduli juga peka terhadap penderitaan, keprihatinan, kesengsaraan dan kemelaratan yang dialami rakyat. 


Ketiga, masyarakat menginginkan perubahan nyata dikalangan sosial. Bukan hanya ada diotak tetapi juga tersampaikan dengan baik dihadapan rakyat. Berdaya, lebih sejahtera, mandiri dan bermartabat. Ke empat, masyarakat mulai mengalami kegersangan spiritualitas. Batin publik mengalami krisis nilai moral (akhlak) karena berkurangnya nilai-nilai kebudayaan dan agama. 


Kelima, masyarakat meyakini paslon IMAN merupakan figur yang religius, santun, dan amanah. Diyakini ikhlas bekerja untuk kepentingan juga kesejahteraan rakyat. Serta mampu membangun kemajuan daerah dan mengembalikan karakter asli Dou Mbojo yang agamis dan berbudaya.


#tot

Sabtu, 29 Agustus 2020

Jual Pupuk Diatas HET dan Paketan Merupakan Sinyal kegagalan IDP-Dahlan


Bima, InsidePos,-


Praktek penjualan pupuk di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Berpaket baru-baru ini masih terus dirasakan masyarakat Donggo Kabupaten Bima saat ini. Pemerintah daerah dinilai tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan persoalan yang menjadi keluhan masyarakat selama ini. Salah satu yang paling krusial adalah soal pupuk.


Ditengah ekonomi masyarakat terhambat karena dampak dari pandemi Covid-19. Pemerintah mesti berupaya semaksimal mungkin untuk mengurangi beban masyarakat ditengah situasi darurat.


"Bukan malah membebani rakyat dengan harga pupuk diluar HET dan sistem paketan. Ini sama halnya pemerintah tidak mau tahu dengan jeritan rakyat," kesal pemuda Donggo-Soromandi, Harisma Fullan.


Ia mencontohkan di Desa Mpili Kecamatan Donggo, masyarakat membeli pupuk Rp. 105.000,- per zak dan Rp. 355.000,- per paket. Padahal kata dia, ketentuan harga pupuk per zak Rp. 90.000,- dan tidak diperbolehkan untuk menjual paket.


Soal demikian menurut mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Peternakan Universitas Mataram (UNRAM) ini menandakan lemahnya kepemimpinan IDP-Dahlan dalam menyerap juga menyelesaikan persoalan pertanian di Kabupaten Bima. 


Disamping itu, Bupati tidak memiliki nurani untuk mengeluarkan petani dari cengkraman pemodal dan pengusaha. Padahal Bupati dimandatkan sebagai pemberi solusi praktis terhadap semua persoalan yang dihadapi masyarakat petani selama ini.


"Sikap Bupati Bima yang apatis dan menutup mata terhadap penderitaan petani yang terus menerus merupakan bentuk kegagalan nyata Dinda-Dahlan selama 4 setengah tahun memimpin Kabupaten Bima," ujarnya.


Pria yang akrab disapa Fullan ini berharap, semua pihak khususnya akademisi sama-sama bersuara mempresur bupati untuk segera menyelesaikan persoalan pupuk yang terus berlarut tiap tahun.


Ia menyinggung kunjungan Kerja (Kunker) Bupati Bima selama ini mestinya mengetahui persoalan ril yang dihadapi oleh petani dan masyarakat. Dengan masifnya penjualan pupuk di atas HET mengonfirmasi Bupati dan Wakil Bupati gagal total menyerap aspirasi masyarakat selama kunjungan kerjanya.


#tot

Jumat, 07 Agustus 2020

Manifesto Peristiwa 72, di Mata Kaum Muda

 

Bima, Inside Pos,-

Peristiwa 72, merupakan reka ulang tentang kehebatan  Dou Donggo di panggung perlawanan. Mereka sejak dulu, dikenal militan, suka berontak, menolak tunduk, dan tidak takut dengan ancaman, lebih memilih jalan juang untuk mati dalam medan perlawanan, dari pada membelot, mengkhianati umat. 


Kisah heroik tentang jiwa juang kesatria Dou Donggo diperagakan oleh Ompu Sambolo Kala, ia rela mati di ujung sebilah pedang, ketika  kepalanya dipenggal di hadapan penguasa, para Ncuhi, dan Hulubalang. Ia tidak gentar apalagi ciut nyalinya, kepalanya tetap tegak, sekalipun, tidak pernah menunduk, apalagi menoleh kiri kanan meminta iba pada raja atau kolega.


Ia, justru dengan lantang, menolak untuk mencabut kembali ucapan yang terlanjur terucap. Laki-laki Donggo, ucapannya sangat mahal dan berharga, tidak sembarang diucapkan, karena hanya sampah yang bisa dipungut kembali. Ompu Sambolo Kala, membuktikan keberaniannya, saat memberikan seekor kerbau kurus sebagai upeti kepada sang baginda raja. 


Dan, tindakan Ompu Sambolo Kala ini, membuat raja murka, dan menghukum Sambolo Kala, dengan terlebih dahulu mempermalukannya di hadapan semua tamu yang hadir. Tindakan  sang raja ini membuat  Sambolo Kala, menunjukan kelasnya sebagai pemimpin ksatria, dihadapan para tamu kerajaan dengan lantang berkata, lebih baik kepala yang pulang dari pada nama baik tercemar, dikenang generasi sepanjang masa.


Sambolo Kala, bisa saja selamat dari hukuman asalkan meminta maaf, atau menghibur hati raja dengan memberikan kerbau terbaik seperti yang diberikan oleh para Ncuhi lainnya, tetapi hatinya berontak menolak untuk bersikap munafik, karena rakyatnya menderita kekurangan pangan, dan kelaparan dilanda musim kering. Ompu Sambolo Kala menolak mencari pencitraan untuk meraih popularitas diri dengan membohongi bathin publik yang sedang menjerit.


Militansi perlawanan dan daya juang Dou Donggo sudah teruji jauh sebelum masa kemerdekaan. Bahkan ide-ide besar tentang moderasi perjuangan rakyat dalam memperjuangkan kemerdekaan, persamaan derajat, penghormatan terhadap HAM, sebagai jargon agitasi menumbuhkan sensitifitas persatuan, dan pemantik perlawanan rakyat secara masif di seluruh pelosok nusantara yang dipelopori oleh Budi Oetomo 1908, senafas dengan gelora semangat perlawanan yang dinyalakan oleh Dou Donggo.


Sehingga, tidak heran Dou Donggo tampil dengan gagah membakar api perlawanan untuk mengusir penjajah Belanda di tanah Bima melalui perang Kala 1909 (Tajib Abdullah). Yang dikenal apik perlawanan rakyatnya, masif serangannya baik secara terbuka maupun gerilya, perang ini memakan banyak korban jiwa dari pihak Belanda.


Perang Kala merupakan pertempuran sengit yang sulit dilumpuhkan oleh Belanda. Mereka butuh 3 tahun lebih, untuk menundukan perlawanan Dou Donggo. Ketangguhan perlawanan tersebut, tidak terlepas dari siasat yang dimainkan oleh panglima perang Donggo La Ntehi, dan Wai Ncahu, yang begitu lihai menyusun strategi perang, di mana kemampuan menyerang dan bertahan, nyaris sempurna sama baiknya.


Kehebatan Wai Ncahu, wanita pemberani Donggo terus diceritakan kepada generasi,  saat ia menantang maut karena terluka bathin, menyaksikan darah mengalir di tubuh kakaknya. Ia membalas dengan membuat jebakan maut, sambil menantang duel terbuka, ia mengaung-ngaung dan berteriak memanggil pasukan Belanda.


Belanda murka, menyaksikan aksi Wai Ncahu, dan langsung menyerang membabi buta. Dan ketika pasukan belanda melewati jembatan gantung yang sengaja dibuat, di atas permukaan dipenuhi dedaunan agar terlihat tidak ada jebakan, ketika mereka lewat, di mana tali menggantung yang sudah diikatkan dengan batu besar, langsung potong.


Dan seketika pasukan Belanda berjatuhan meninggal dari ketinggian permukaan jurang terjal di Ncai Sambi Donggo. Itulah kisah heroik Wai Ncahu dan la Ntehi sebagai ksatria. Di mana hidupnya dihabiskan di medan juang, namanya selalu hidup menginspirasi perjuangan pemuda-pemudi  Donggo sebagai lambang moral force.


Peristiwa 72, merupakan momentum kebangkitan kembali daya juang dan semangat perlawanan Dou Donggo, melawan tirani kepemimpinan despotis di bawah kendali Soeharmadjid.


Bupati berlatar belakang militer tersebut, mempraktekan Kepemimpinan otoriter anti kritik. Di mana kendali kekuasaan begitu tertutup, lawan politik diintai setiap aktivitas dan gerakan, kelompok masyarakat sipil (Pers dan NGO), dibatasi ruang gerak. Kritikan dianggap anti pemerintah, sehingga suara-suara kritis dibungkam, dan pers menjadi media informasi kepentingan pemerintah (Humas).


Hegemoni kekuasaan saat itu, begitu kuat cengkraman, berdampak pada dominasi penguasaan semua sumber informasi, dan sumber-sumber daya lainnya. Akibatnya distribusi kekuasaan dan program pembangunan jauh dari prinsip pemerataan dan keadilan di setiap wilayah.


Dou Donggo, darah juangnya mendidih, menyaksikan perlakuan diskriminasi terhadap masyarakat Bima, lebih khusus masyarakat Donggo, merasa dianatirikan dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat di berbagai bidang, terutama infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dan sektor lain kurang mendapatkan perhatian pemerintah daerah.


Kondisi objektif tersebut, membakar api perlawanan tokoh-tokoh Donggo, yang dijuluki singa pemberani, sebut tokoh muda Donggo Jamaluddin H.Yasin digelari Abu Dzar, singa podium, H.Abbas Oya intelektual pemberani dan cerdas kala itu, dari tokoh tua TG. H. Majid Bakry ulama kharismatik. H.M.Ali Taamin  sosok tokoh pendobrak militan, dan H. Kako tokoh kebathinan (spiritual) dikenal sakti dan kebal.


Tokoh-tokoh tersebut, merupakan lokomotif penggerak peristiwa 72 sebagai gerakan moral force, sehingga seluruh masyarakat Donggo mulai ujung barat, timur, utara, selatan tumpah ruah di jalan raya, lautan manusia bergemuruh meneriakan yel-yel turunkan bupati Soeharmadjid, ganti dengan puta daerah Putra Abdul Kahir.


Masyarakat kompak, bersatu dalam satu nafas komando, pekikan takbir Allahu Akbar memenuhi langit-langit perjuangan, membakar semangat dan api perlawanan masyarakat untuk menumbangkan rezim otoriter. Mereka sedikitpun tak gentar menantang badai maut, berbagai teror, tekanan, dan ancaman membuat mereka semakin berdaya melawan. 


Hampir tidak ditemukan ketakutan di mimik wajah mereka, justru kegirangan dan kegembiraan, karena semua masyarakat pulau Sumbawa, bahkan Indonesia menyaksikan parade perlawanan Dou Donggo menggugat ketidakadilan di dana Mbojo, sampai tuntutan berhasil dipenuhi.


72 di Mata Kaum Muda.


Peristiwa 72, di mata kaum muda bukan sekedar kisah heroik para pejuangnya, yang berani berkorban diri untuk kepentingan orang banyak, berani memilih jalan menderita demi rakyat, berani melewati jalan terjal kematian demi membela kebenaran. Mereka rela mati di ujung laras kekuasaan demi mengobarkan api perlawanan terhadap rezim otoriter. Mereka menuntut tegaknya keadilan, bagi kelangsungan masa depan Dana Mbojo yang lebih baik.


Kisah fenomenal lain dari peristiwa 72, bagi kaum muda adalah keteladanan para tokoh yang saling menjaga misi suci perjuangan. Di mana mereka junjung bersama sejak diawal sampai akhir, tidak saling curiga. Mereka bersatu padu mengawal, dan menjaga semangat persatuan, satu yang tersiksa semua menderita, satu penjara semua harus dihukum sama dalam sel.


Di sisi lain, masyarakat harus patuh, dan tunduk pada keputusan bersama, dan harus bersatu padu berjuang bersama untuk kepentingan umum, semangat itulah membuat masyarakat Donggo berbaris rapi dan tertib, menunggu satu komando untuk menyatakan satu sikap. Bahwa mati untuk membela perjuangan itu lebih baik dari pada hidup terus tindas tanpa melawan. Mereka yang menjadi saksi hidup peristiwa 72, bercerita bahwa saat itu bathin publik masyarakat Donggo bergelora menyambut perjuangan. Dan di kepala masyarakat telah diikat kain kafan menanti ajal di medan juang sebagai syuhada.


Di era milineal,  nilai-nilai 72, harus direvitalisasi dalam menjaga keluhuran martabat Dou Donggo, dengan meneguhkan kembali nilai integritas, solidaritas, konsistensi dan militansi. Berdasarkan falsafah  "Nggahi Rawi Pahu dan Maja Labo Dahu".


Penulis: Intelektual Muda Donggo, Yasser Arafat, SH, M.H

Sabtu, 04 Juli 2020

Iwan: Untuk Petahana, Suara Partai Bukan Tolak Ukur Penentu Kemenangan pilkada Bima

Bima, InsidePos,-

Perlu di tahu oleh tetangga sebelah alias petahana, suara partai bukan barometer untuk menjemput kemenagan Bupati dan wakil Bupati Bima mendatang. Sebab, yang  menentukan kemenangan adalah suara rakyat. 

"Karna suara rakyat adalah suara Tuhan," kata Iwan, yang juga Team Kordinator Syafaad di Kecamatan Woha pada media ini, sabtu 4/7.

Di jelasknnya, partai itu merupakan alat untuk memenuhi syarat secara administrasi dan prosedur, bukan untuk mematahkan Gerakan Perubahan pasangan SYAFRU-ADY.

"Insya Allah maysarkat sudah Cerdas dalam hal memilih juga memilah mana  pemimpin yang sebenarnya baik. Yang terpenting untuk di lakukan sekarang adalah melakukan sosialisasi secara  masif sturuktur dan sistematis," ungkapnya.

Di tegaskannya, bahwa pasangan Syafaad akan di gandeng oleh Partai besar, hanya saja waktu yang di tunggu.

"Maka dari itu  seluruh pendukung Syafaad di manapun berada, kita tetap lakukan konsolidasi dari tingkat RT & RW & DESA bahkan hingga tingkat kecematan & Kabupaten," tandasnya.

#tot

Rabu, 17 Juni 2020

Pers Adalah Media Yang Mengedukasi di Tengah Pandemi Corona Virus

Oleh: Dr. Ihlas Hasan 
(Dosen Tetap IAI Muhammadiyah Bima)

Bima, InsidePos,-

CIRI-CIRI orang yang sudah mengalami gejala pikun –kalau dia mudah lupa sesuatu.

Lupa apa yang baru saja diucapkan, lupa apa yang baru saja ditaruh, lupa apa yang baru mau disampaikan dan lupa kebaikan orang pada dirinya.

Apakah Anda memiliki pengalaman seperti itu? Hati-hatilah sedikit!

Dimasa pandemi ini, kita (semua) lupa berterima kasih kepada insan Pers. Mereka yang siang malam memburu, menulis, menyebarkan berita dan menjembatani informasi (termasuk suka dan duka soal Covid-19).

Dari mereka kita bisa bersiap siaga untuk membekali diri menghadapi wabah mahabesar ini. Dari mereka pula informasi dari berbagai belahan bumi, diperoleh secepat kilat.

Tidak hanya itu, pers juga menjadi media yang sangat berjasa mengedukasi masyarakat (mendidik, mencerdaskan dan mencerahkan), sebagai ruang hiburan (entertaintment), sebagai wadah kontrol sosial (mengawal dan mengoreksi kinerja aparatur negara yg dianggap melenceng) dan beragam ‘amal jariyah’ lainnya.

Demi menggali data dan menyajikan informasi untuk masyarakat, tidak sedikit umpatan, cacian, hinaan bahkan ancaman fisik mengintai mereka di lapangan.

Mengungkap fakta (amar makruf-nahi munkar) bukanlah perkara mudah. Butuh keberanian dan siap menghadapi risiko, karena akan ada banyak pihak yang pro-kontra.

Di sinilah posisi dilematis bagi mereka sekaligus menjadi medan ujian agar tetap konsisten menjadi insan pers yang luhur dan beridealisme paten.

Karenanya, mari sejenak memberi apresiasi untuk mereka. Berdoa yang terbaik untuk para pekerja jurnalis.

Mereka adalah lembaga legal yang dilindungi negara. Dimana mereka diistimewakan melalui Undang-undang (UU) Pokok Pers Nomor 40 Tahun 1999 sebagai lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliput mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Sekali lagi, hormati mereka sebagai volunteer kemanusiaan yang ikut membantu, menopang dan mencerahkan bangsa ini. Semoga segala amal baiknya menjadi tambahan pahala diyaumil akhir.
Semangat kawan Pers!

#tot

Jumat, 10 April 2020

Kepala Desa Harus Menjadi Garda Terdepan Melawan COVID-19

Penulis : Hardiansyah S. Pd 
(Pemuda Lambu).

Bima, Inside Pos,-

Di tengah maraknya virus corona atau COVID-19, Hampir seluruh Pemerintah diatas sampai pada jajaran ke bawah melakukan semprot disfektan, pembagian obat-obatan, hand sanitizet, bagi-bagi masker dan banyak lainnya. 

Menindaklanjuti seruan Presiden Republik Indonesia, seluruh masyarakat harus menggunakan masker saat beraktifitas diluar rumah. Tidak hanya itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga perintahkan hal yang sama guna mengurangi resiko penyebaran juga penularan Virus Disease (COVID-19).

Diruang lingkup sosial masyarakat mestinya saling mengingatkan satu sama lain. Misalnya dalam hal mengunakan masker ketika beraktifitas diluar rumah, selalu mencuci tanggan dengan sabun, terlepas patuhi aturan pemerintah stay at home dan social distancing.

Hal berbeda yang terjadi ditanah kelahiran saya. Covid-19 dipolitisasi bahkan dijadikan ajang pencitraan oleh beberapa oknum. Tentu  sebagai pemuda yang sadar akan kemaslahtan umat, saya bisa menilai mana yang ikhlas dan mana yang iklan. 

Tulisan ini tidak bermaksud menyinggung siapapun, tapi bagaimana caranya kita temukan cara terbaik untuk sama-sama memutuskan  mata rantai virus corona ini. Tentu dengan adanya langkah-langkah serius dan inisiatif dari pemerintah setempat untuk segera bentuk Tim relawan tanggap Desa, saya kira ini langkah efektif.

Sebagai lembaga yang jelas, Desa harus mampu merangkul seluruh pemuda dan masyarakatnya, tentu juga dibantu oleh BPD ( Badan Permusyawaratan Desa) sebagai penggera. Menyampaikan aspirasi bahkan menjadi contoh untuk pemuda dan masyarakat bukan justru sebaliknya. 

Perlu dipahami, Covid-19 ini merupakan virus yang menggegerkan dunia dan dampaknya juga sampai pada Negeri kita tercinta ini. Artinya, kesadaran masyarakat harus di mulai dari diri sendiri. Karena lebih baik mencegah dari pada mengobati.

Berangkat dari perintah Gus Menteri, A.Halim Iskandar ."setiap Desa wajib membentuk relawan Desa melawan covid-19, Karena kepala Desa harus jadi garda terdepan".

#tot

Jumat, 28 Februari 2020

IMAN adalah Jalan Damai 'Swing Voters' Diantara Perseteruan Wajah Lama


Inside Pos,-
Pilkada Bima tidak hanya menampilkan kompetitor yang berwajah lama tetapi juga menyajikan figur baru dengan ide baru. Sindir-menyindir antara pendukung petahana Indah Damayanti Putri (IDP) dan pendukung Syafruddin- Ady Mahyudi (Syafa'ad) nyaris tak terelakkan.

Perseteruan kedua kompetitor berwajah lama ini tidak hanya membuat pemilih mengambang atau swing voters jadi jenuh tetapi mereka bisa bersikap apatis terhadap pilkada nanti. Aksi reaksi semacam ini tidak bisa dihindari baik di Pilkada maupun di Pilpres. Sebagai contoh bagaimana perseteruan yang begitu keras antara pendukung Prabowo-Sandi dan pendukung Jokowi-Ma'ruf Amin yang berujung pada kriminalisasi ulama para ulama dan aktifis.

Semua itu disebabkan oleh tidak adanya ruang lain bagi pemilih untuk keluar dari lingkaran itu, mau tidak mau mereka harus mengikuti atau menerima iramanya sebagai akibat dari kerangkengan politik yang tak menyediakan ruang napas untuk mereka.

Jika ruang publik diisi dengan sentimen serangan yang tidak subtansif maka bisa saja akan menciptakan Pilkada yang tidak sehat. Ini sekaligus kritikan serta bahan evaluasi bagi pendukung IDP maupun Syafaad, bahwa ditengah keterbatasan dan dikotomi politik yang tajam harusnya melahirkan identitas gagasan yang kuat, harus dikenal sebagai kelompok yang punya identitas atau karakter gagasan yang khas. Bukan justru sibuk menyerang satu sama lain yang hanya bermodalkan lanjutkan 2 periode atau bertagline perubahan saja. 

Menariknya, ditengah aptisme, kejenuhan dan rasa jengah masyarakat terhadap pola sindir-menyindir pendukung IDP dan Syafaad malah Pasangan IMAN yang akan memetik banyak hasil karena mereka selain wajah baru juga menawarkan ide baru.

Pasangan IMAN juga lebih serius mengunakan politik santun yang berbasis pikiran baru. Hal ini bisa menjadi jalan tengah bagi swing voters dalam rangka menghindari kegamangan atau keengganan mereka terhadap proses politik yang kurang sehat. Mereka memiliki rasa antusias serta kritis dalam menentukan pilihannya.

Diantara krisisnya konsep Bima Ramah jilid 2 yang ingin dilangengkan IDP dan juga tagline perubahan yang sampai hari ini belum diuraikan secara nyata oleh pasangan Syafaad, pasangan IMAN bakal dianggap sebagai solusi karena mereka lebih konsisten menjual gagasan dan program yang berbasis argumentasi dan data yang kuat terkait kebutuhan dasar masyarakat Bima yaitu program industrialisasi pertanian, peternakan, kelautan, maupun pariwisata.

Selain itu IMAN juga menawarkan ide-ide kreatif lain seperti membangkitkan semangat intrepreneurship atau kewirausahan bagi anak-anak muda dalam rangka mengurangi angka pengangguran. Ide-ide semacam ini jutru tidak lahir dari IDP maupun Syafaad. Seharusnya sekarang adalah waktu yang tepat bagi mereka untuk memikirkan hal-hal yang menarik yang akan dijual kepada masyarakat, bukan justru bernostalgia pada kebiasaan saling mengklaim keberhasilan satu sama lain.

Kenyataan tidak bisa dipungkiri bahwa petahana meninggalkan hutang yang amat banyak yang belum terlunasi, terbukti kritikan serta penolakan dimana-mana akibat masyarakat kecewa. Kondisi ini bisa menguntungkan Syafaad apabila Syafaad berani menawarkan terobosan yang masuk akal, atau justru IMAN yang akan meraup keuntungan sebanyak mungkin dengan program-program realistis yang mereka tawarkan. Logisnya, siapa yang tak pernah ingkar janji maka dialah pemenang hati masyarakat. 

Pemerhati Dana Mbojo: Ompu Dore

Rabu, 26 Februari 2020

Kapitalisasi Pendidikan di 'Negara Makmur'


Penulis : Karmila (Mahasiswa Bima)

Inside Pos,-

Pendidikan Nasional sebagai komoditas semakin hari semakin masif menuju puncak liberalisasi dan telah menghancurkan kualitas tenaga-tenaga produktif serta telah menciptakan budaya baru yang kapitalistik.

Wajah liberalisasi pendidikan hari ini memang sudah di persiapkan dari jauh-jauh hari. Dimana kepentingan kapitalisme (internsional maupun nasional) untuk menjadikan pendidikan sebagai barang jasa yang dapat menghasilkan surplus value.

Keputusan liberalisasi pendidikan ditetapkan di tengah angka buta huruf dan putus sekolah yang masih tinggi di Indonesia. Dalam kondisi seperti ini, sejalan dengan logika ekonomi kapitalisme, pendidikan hanya akan menjadi barang komersial yang jauh dari upaya  pemenuhan hak konstitusi rakyat atas pendidikan yang bermutu dan berkualitas oleh Negara.

Jelas hal itu bertentangan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Alinea keempat bahwa negara mempunyai kewajiban untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pada Undang-undang SISKDIKNAS tahun 2003 terlihat jelas lepasnya tanggungjawab negara, dimana warga negara harus bertanggungjawab terhadap keberlangsungan penyelenggaraan pendidikan (pasal 6:2).

Usaha pemerintah untuk lebih memasifkan liberalisasi pendidikan terbukti setelah di keluarkan RUU PT yang sudah di sahkan menjadi UU PT pada tanggal 13 Mei 2012, dengan UU PT ini  Negara secara jelas hendak mengalihkan dan melepaskan tanggungjawabnya dengan memberikan beban penyelenggaraan pendidikan terhadap rakyat, yaitu ikut menentukan kompetensi lulusan melalui organisasi pelaku usaha, ikut mendanai Pendidikan Tinggi dan dapat mendirikan perguruan tinggi (pasal 10).

Berkaitan dengan pendanaan perguruan tinggi lagi-lagi dibebankan kepada rakyat (pasal 23:1), sehingga untuk mendapat pendidikan rakyat harus membayar dengan uang tidak sedikit. Kemudian perguruan tinggi juga dapat menggalang dana melalui penelitian, bekerjasama dengan industri (pasal 23:3). Artinya pendidikan sudah semakinnya nyata sebagai ladang ekspansi bagi kaum modal. Tampak jelas pada paragraf pendanaan, bahwa pendanaan perguruan tinggi diperoleh memalui kerjasama, salah satunya dengan dunia industri (pasal 92:1).

Kebobrokan sistem pendidikan nasional (SPN) bisa kita lihat contoh sampel diberbagai kampus yang ada di Indonesia, dari permasalahan sarana dan prasaran,kekurangan sarana dan prasarana,selain itu tenaga pendidik, maupun kurikulum, itu tidak pernah manpu terjawab oleh sistem kapitalisme untuk mengarah kependidikan yang ilmiah.

Hal ini nyata dapat dilihat dari masifnya tingkat mutu yang tidak menjamin kualitas sarana daan prasarana diberbagai PTS pada umumnya,yang lebih notaben mahal pembayarannya ketimbang PTN. Hal ini dapat dilihat dalam kondisi perguruan tinggi swasta di Bima, berbagai kampus di bima masih sangat jauh dari pengadaan sarana dan prasarana yang memadai kemajuan suatu pendidikan nasional yang dicita citakan.

Konon katanya suatu pendidikan akan bermutu ketika disokong dana dari investor, namun pada kenyataanya pendidikan semakin melahirkan masalah yang tak terselesaikan.

Kenaikan biaya pendidikan yang terus merangkak tidak diimbangi oleh jaminan kualitas pendidikan yang layak namun hanya akan menguntungkan pihak-pihak terkait.kenaikan biaya pendidikan juga dapat kita lihat di beberapa kampus swasta di kota Bima,sementara kampus kampus dipelosok kota ini belum mampu bersaing dengan kampus kampus di kota kota besar, menurut kualitas maupun kuantitas pendidik maupun peserta didiknya.

Walaupun pada nyatanya tiap tahun di kampus kampus swasta kota Bima  sering menaikan biaya tarif pendidikan. Hal ini tidak seimbang dengan penguasaan yang kapitalistinya dunia pendidikan, dimana kapitalisme sama sekali tidak bisa menjawab kemajuan pendidikan yang di impikan dalam UUD 1945.

 Sebagai Perwujudan demokratisasi kampus, Mahasiswa di  perguruan tinggi swasta (PTS) kota bima yang merupakan investor terbesar bagi kampus seakan-akan dilupakan kebutuhan dasarnya untuk menikmati pendidikan yang ilmiah sebagai jaminan kualitas manusia dalam menempuh masa depannya.

Misalnya, seringnya dosen tidak masuk dan tidak profesionalnya seorang pendidik (sebagian besar S1), akreditasi jurusan yang tidak terpenuhi menyebabkan seorang mahasiswa tidak memiliki jaminan tentang gelar yang disandangnya sedangkan mahasiswa telah mengeluarkan dana yang cukup besar.

Belum lagi fasilitas pendukung seperti laboratorium yang tidak ada dan tidak lengkap peralatannya serta perpustakaan yang sangat kurang dengan judul buku. Namun hal itu tidak pernah diperhatikan oleh birokrasi kampus yang korup dan kemudian menutup rapat-rapat dan sibuk mempersiapkan inventaris seperti sarana dan prasarana untuk memperlancar masuknya modal asing maupun lokal yang akan memeras mahasiswa secara langsung dan penghisapan terhadap rakyat Indonesia yang masih berkutat dengan himpitan ekonomi.

Walaupun pada pengakuan mahasiswa di perguruan tinggi swasta kota bima tetap membayar uang pembangunan diwaktu pertama masuk kampus, dan sangat tidak urgensi ketika yang dilihat terkait dengan sarana dan prasana kampus tidak ditingkatkan sama sekali.

Jelas uang yang masuk hanya dijadikan lahan basa bagi birokrasi kampus. Dan pendidikan nasional akhirnya menjadi kegiatan komoditi yang tiada henti.

Proses kapitalisasi dunia pendidikan semakin menjauhkan mahasiswa dari hak-hak dasarnya  Dengan lahirnya BLU 2009, telah memarjinalkan mahasiswa dari sarana kampus yang seharusnya diperuntukan untuk kegiatan kemahasiswaan, penyewaan terhadap aset kampus adalah suatu pelanggaran terhadap hak-hak normatif mahasiswa akan aset-aset kampus.

Kegiatan kemahasiswaan tersingkirkan ketika aset tersebut telah disewakan untuk kepentingan umum, padahal mahasiswa lah yang memiliki hak penuh atas aset-aset  tersebut karena mahasiswa merupakan pemegang saham terbesar di kampus. Lagi ditambah dengan keluarnya PP no. 66 2010 yang menyerahkan sepenuhnya pendidikan ketangan swasta (swastanisasi) yang tentu hanya akan dinikmati oleh orang-orang yang sebagian kecil yang memiliki modal dan menggugurkan keinginan masyarakat Indonesia yang sebagian besar petani dan buruh miskin untuk memperoleh pendidikan sebagai hak warga negara seperti yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 sebagai jalan keluar bagi rakyat Indonesia dari alam kebodohan dan kemiskinan.

Tentu saja liberaliasi dan globalisasi yang kejam ini mau tidak mau, perlulah untuk memahami pertama kali secara kuantitatif terhadap peluang dan kesempatan rakyat dalam memperoleh hak pendidikan untuk bersekolah yang seharusnya menjadi tanggung jawab Negara, malah kenyataanya Rezim yang berkuasa Jokowi-Amin terus berlari kencang meninggalkan tanggung jawabnya

karena nilai-nilai yang berkembang dalam prakteknya Kapitalisme nanti hanyalah berorientasi penumpukan modal dan pengembangan modal yang akan di pertahankan mati-matian dalam di tengah iklim revolusi industry 4.0 yang berkembang tidak adil karena monopolistik atas kekuasan pasar. Disitulah kita semua pada masa yang akan datang melihat kenyataan kongkrit dengan gamblang bahwa sesungguhnya wajah dunia pendidikan nasional di era revolusi industry 4.0 dengan pasar bebasnya yang meminggirkan nilai kemanusian yang hakiki.

Sekali lagi kita tidak bisa menutup mata bahwa atas fakta yang menunjukkan bahwa angka kemiskinan dan penganguran mencapai lebih kurang 40 Juta Jiwa, sebuah angka yang cukup fenomenal, kondisi itu berpeluang memunculkan kebodohan. Betapa tidak, saat ini biaya pendidikan di Indonesia tidak pernah gratis alias sangat mahal dan otomatis semakin memberatkan beban hidup rakyat Indonesia khususnya rakyat kota dan kabupaten bima yang hanya lahir dari Rahim petani dan buruh tani.


                                                                                         

Kamis, 21 Februari 2019

Mental Hukum Kita! DPO Pembunuh ‘Dewa’ Lolos Tes TNI

ILUSTRASI
Opini
Penulis: Syuryadin, S.Pd.I
Wartawan lokal Bima

Bima, Inside Pos,-

Tiba-tiba seorang ibu teriak histeris, "Dewa....oh..Dewa...Tunggu Ibu Nak" teriak Rohani. Ternyata wanita Paru Baya ini, baru saja mendapatkan telepon dari keluarganya, jika anak sulungnya merenggang nyawa ditangan sekelompok pemuda desa. Isunya, Perilaku keji itu dilatarbelakangi motiv dendam.

Kejadian Nahas menimpa Dewa itu terjadi pada dua tahun silam, tepatnya  pada kamis, 29-6-2017 di Desa Kamunti Kecamatan Donggo. Hari itu, Isteri almarhum tengah hamil tua dan kini anaknya  dilahirkan tanpa seorang ayah alias yatim.

Dalam tragedi berdarah itu, Salah seorang pelaku, M. Ark (inesial) berhasil ditekuk Polisi di Wilayah Kecamatan Bolo. 5 Jam setelah pembunuhan terjadi pada hari yang  sama. Satu dari sejumlah pelaku pembunuhan  ini akhirnya diadili dan divonis dengan 15 Tahun penjara.

Kemana Pelaku Lain? Dalam tahap penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan yang tercatat dalam BAP Kepolisian Resort Bima (Polres Bima), Ada sejumlah nama pelaku yang masih buron, Diantaranya, MRF, MJN alias Habe, SHL, SG (Inesial, Red).

Dua Tahun kasus berlalu. Namun penuntasan kasus yang membuat Shida isteri Dewa, diselimuti perasaan  berharap belum menemukan titik terang. Janda muda ini, berharap adanya hukum berkeadilan baginya dengan sang anak yang masih usia balita. Ia sangat ingin melihat jelas wajah para pelaku pembunuh keji atas suaminya. Pentingnya supremasi hukum ditegakkan. Shida sepertinya tidak ingin ada api  dendam, kelak sang anaknya besar setelah tahu bapaknya dibunuh ditengah jalan oleh sekelompok pemuda yang bringas.

Belum lama ini, beredar kabar jika dua dari DPO pembunuh (MFR, MJN, Red) didiga kuat telah berhasil lolos dalam seleksi rekrutmen Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) 2018 lalu. Setelah ditelusuri, akhirnya diperoleh kabar jika MRF sedang bertugas diwilayah Sulewesi Selatan dan MJN sedang melaksanakan pendidikan awal masuk TNI diwilayah Kalimantan Barat tepatnya  di Rindam   XII TanjungPura, Sedau Singkawang.
Kabar ini jelas tidak mengenakkan ditelinga keluarga besar Almarhum Dewa. beberapa langkah untuk kepastian hukum para DPO tersebut ditempuh. Diantaranya mendatangi pihak Polres Bima bahkan bertemu langsung dengan Kapolres dan penyidiknya. Dari pertemuan itu,pihak keluarga belum mendapatkan kepastian dan rasa puas.

Bahkan lucunya, Penyidik yang tangani kasus Dewa beberapa waktu lalu meminta Barang Bukti berupa baju yang dikenakan Dewa saat  insiden berlangsung. Sikap penyidik yang diketahui bernama Widodo itu, membuat  keluarga  kebingungan karena 2 tahun kematian dewa, baru saat ini barang bukti diminta pada keluarga. apakah tidak lucu  wajah dan mental hukum kita seperti ini?

Kasus kematian Dewa menjadi salah satu sampel lemahnya penuntasan kasus hukum yang dianggap luar biasa. Bahkan Mental hukum kita sulit memberikan rasa keadilan bagi korban dan keluarganya. Penanganan kasus yang bertele-tele ini diduga ada indikasi ‘Main Mata’ antara keluarga pelaku dengan oknum penyidik.
Dugaan konspirasi dalam kasus pembunuhan di Kecamatan Donggo tersebut  diperkuat dengan lolosnya dua pelaku yang  sudah status DPO menjadi prajurit TNI.  Bagaimana mungkin seorang DPO dapat lolos secara administrasi jika tidak ada pihak yang mempermudahkannya.

Jika Aparat mau serius tuntaskan kasus ini, Pemerintah Desa Doridungga Kecamatan Donggo (Alamat DPO, red), Kantor Cacatan Sipil dan Kependudukan Kabupaten Bima, Polres Bima, dapat dimintai keterangan soal lolos administrasi DPO kasus pembunuhan dalam rekrutmen TNI.

Selanjutnya, Dalam penuntasan kasus  pembunuhan ini, ada harapan besar dari keluarga korban agar sejumlah DPO segera  ditangkap dan diproses. Jika tidak selesaikan secara  hukum, kedepannya sangat  dikhawatirkan akan memicu adanya  konflik horizontal dikalangan masyarakat di Donggo.

Untuk publik ketahui, sejak tragedi berdarah terjadi, akses kebutuhan air bersih di Desa Doridungga mengalami kendala. Ini diakibatkan lantaran Saluran Pipa Air berasal dari Desa O.o. Dalam hal ini juga, pemerintah daerah dibawah kendali Hj. Indah Damayanti Putri SE, terkesan tidak peduli.

Sejak kasus terjadi belum ada langkah-langkah konkrit dari unsur Muspida dan Muspika membahas secara serius terkait masalah kematian Dewa. Terutama aspek penegak hukum agar secara dituntaskan. Lagi-lagi, soal ini PemKab Bima belum mampu mewujudkan slogan Bima Ramah secara maksimal. Ada semacam pembiaran oleh institusi dalam kasus ini.

Bahkan kabarnya saat ini orang tua Dewa sudah melaporkan ke Mabes Polri-Jakarta, Fahrir terkait terlambatnya penanganan kasus pembunuhan yang menewaskan anak kandung. tidak hanya kehilangan nyawa, namun keluarga ini juga banyak mengalami kerugian secara materi untuk mencari keadilan dalam pembunuhan ini. tapi bagi mereka, materi bukan soal, proses hukum yang berkeadilan itu menjadi hal yang terpenting.

Terakhir, penulis ingin sampaikan kepada aparat agar hukum dijadikan panglima.  Jadikan hukum kita tumpuan harapan bagi pencari keadilan di Bumi Pertiwi ini agak supaya berfaedah bagi bangsa dan negara. Hukum diharapakan agar mampu memberikan rasa keadilan dan kepercayaan publik. Tidak diperjualbelikan. Bisa saja hari ini Dewa yang terbunuh, siapa tahu dibelakang hari, justru sanak keluarga kita sendiri yang terbunuh. Saat itulah kita dapat merasakan kesedihan dan kehilangan seperti yang dirasakan keluarga dewa.

***